Senin, 13 April 2015

Teori Konstruktivistik



BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang Masalah
Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme. Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya.

B.                 Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian belajar menurut teori konstruktivistik ?
2.      Apa tujuan pembelajaran konstruktivistik ?
3.      Bagaimana aplikasi teori belajar konstruktivistik ?
4.      Apa perbandingan pembelajaran tradisional dan konstruktivistik ?
5.      Apa saja desain pembelajaran teori konstruktivistik ?

C.                Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui teori belajar konstruktivistik dan penerapannya dan untuk memenuhi matakuliah strategi pembelajaran pai











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivistik
Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelejaran yang bersifat generativ, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Teori ini lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya[1] Fosnot (1996) mengatakan konstruktivisme adalah teori tentang pengetahuan dan belajar yang menguraikan tentang apa itu “mengetahui” (knowing) dan bagaimana seseorang “menjadi tahu” (comes to know)[2].

Konstruktivis berarti bersifat membangun. Dalam konteks filsafat pendidikan, merupakan suatu aliran yang berupaya membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern[3]. Perkembangan konstruktivisme dalam belajar tidak terlepas dari usaha keras Jean Piaget dan Vygotsky. Kedua tokoh ini menekankan bahwa perubahan kognitif ke arah perkembangan terjadi ketika konsep-konsep yang sebelumnya sudah ada mulai bergeser karena ada sebuah informasi baru yang diterima melalui proses ketidakseimbangan (Disequilibrium). Selain itu, Jean Piaget dan Vygotsky juga menekankan pada pentingnya lingkungan sosial dalam belajar dengan menyatakan bahwa integrasi kemampuan dalam belajar kelompok akan dapat meningkatkan pengubahan secara konseptual[4].

Dari perspektif konstruktivisme, belajar dipandang sebagai “Learning is view as a self regulatory process of struggling with the confict between existing personal models of the world and discrepant new insight, construcing new representation and models of reality as a human meaning making venture with culturally developed tools and symbols and futher negotiating such meaning through cooperative social activity, discourse and debate” (Belajar suatu proses pengaturan dalam diri seseorang yang berjuang dengan konflik antara model pribadi yang telah ada dan hasil pemahaman yang baru tentang dunia ini sebagai hasil konstruksinya, manusia adalah makhluk yang membuat makna melalui aktivitas sosial, dialog dan debat).

Belajar menurut konstruktivis dapat dirumuskan sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkret, melalui aktivitas kolaboratif, refleksi dan interpretasi[5].  Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak- kotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia. Oleh karena itu, pada saat manusia belajar sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi.
Beda halnya dengan Vigotsky, bahwa proses belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologi sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lebih tinggi dan essensinya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya.[6]
Von Glasersfeld mengatakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya.[7]
Menurut para penganut konstruktiv, pengetahuan dibina secara aktif oleh seseorang yang berfikir. Seseorang tidak akan menyerap pengetahuan dengan pasif. Untuk membangun suatu pengetahuan baru, peserta didik akan menyesuaikan informasi baru atau pengalaman yang disampaikan guru dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimilikinya melalui berintekrasi sosial dengan peserta didik lain atau dengan gurunya.[8]
Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian diaplikasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya tujuan dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada peserta didik.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka, bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan meraka melalui asimilasi dan akomodasi

B.     Tujuan Pembelajaran Teori Konstruktivistik
 Adapun tujuan dari teori ini adalah:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab seseorang itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekan pada proses belajar bagaimana belajar itu.[9]

C.    Aplikasi Teori Belajar Konstruktivistik
1.      Setiap guru pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan sejelas-jelasnya, tetapi masih ada sebagian peserta didik yang belum mengerti ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat pembelajaran suatu materi kepada siswa dengan baik, namun seluruh atau sebagian peserta didiknya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam pembelajaran tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada peserta didiknya. Karena, hanya dengan usaha keras para siswa sendirilah para peserta didik akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan.
2.      Tugas setiap guru memfasilitasi peserta didiknya, sehingga pengetahuan materi yang dibangun atau dikonstruksi para peserta didik sendiri bukan ditanamkan oleh guru. Para siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan memngakomodasi pengalaman baru kedalam kerangka kognitifnya.
3.      Dalam pembelajaran sebaiknya guru harus memahami model-model mental yang digunakan para peserta didik untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkan dan yang dibuat para siswa untuk mendukung model-model itu.
4.      Peserta didik perlu mengonstruksi pemehaman mereka sendiri untuk masing-masing konsep materi sehingga guru dalam pembelajaran bukannya “menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada peserta didik, tetapi menciptakan situasi bagi peserta didik yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan.
5.      Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
6.      Latihan memecahkan masalah sering kali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
7.      Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

D.    Perbandingan Pembelajaran Tradisional dan Pembelajaran Konstruktivistik
Secara rinci perbedaan karakteristik antara pembelajaran tradisional atau behavioristik dan pembelajaran konstruktivistik adalah sebagai berikut.

Pembelajaran Tradisional
Pembelajaran Konstruktivistik
Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju keseluruhan dengan menekankan pada ketrampilan-ketrampilan dasar
Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju ke bagian-bagian dan lebih mendekatkan pada konsep-konsep yang lebih luas
Pembelajaran sangat taat pada kurikulum yang telah ditetapkan
Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide siswa
Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada buku teks dan buku kerja
Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumber-sumber data primer dan manipulasi bahan
Siswa dipandang sebagai “kertas kosong” yang dapat digoresi informasi oleh guru dan guru pada umumnya menggunakan cara didaktik dalam menyampaikan informasi kepada siswa
Siswa dipandang sebagai pemikir-pemikir yang dapat memunculkan teori-teori tentang dirinya
Penilaian hasil belajar atau pengetahuan siswa dipandang sebagai bagian dari pembelajaran dan biasanya dilakukan pada akhir pelajaran dengan cara testing
Pengukuran proses dan hasil belajar siswa terjalin di dalam kesatuan kegiatan pembelajaran dengan cara guru mengamati hal-hal yang sedang dilakukan siswa serta melalui tugas-tugas pekerjaan
Siswa biasanya bekerja sendiri tanpa ada group process dalam belajar
Siswa banyak belajar dan bekerja di dalam group process[10]

E.     Desain Pembelajaran Teori Konstruktivistik
Gagnon dan Collay (2001) mengemukakan sebuah desain system pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivistik, yakni:
1.      Situasi
Komponen ini menggambarkan secara komprehensif tentang maksud atau tujuan dilaksanakannya aktivitas pembelajaran. Selain itu, dalam komponen situasi juga tergambar tugas-tugas yang perlu diselesaikan oleh siswa agar mereka memiliki makna dari pengalaman belajar yang telah dilalui.
2.      Pengelompokkan
Komponen pengelompokkan dalam aktivitas pembelajaran yang berbasis pendekatan konstruktivistik memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan interaksi dengan sejawat. Pengelompokkan sangat bergantung pada situasi atau pengalaman belajar yang ingin dilalui oleh siswa. Pengelompokkan dapat dilakukan secara acak (random) atau didasarkan pada criteria tertentu (purposive).
3.      Pengaitan
Komponen pengaitan dilakukan untuk menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa dengan pengetahuan yang baru. Bentuk-bentuk pengaitan sangat bervariasi, misalnya melalui pemecahan masalah atau melalui diskusi topic-topik yang spesifik.
4.      Pertanyaan
Pengajuan pertanyaan merupakan hal penting dalam aktivitas pembelajaran. Pertanyaan akan memunculkan gagasan asli yang merupakan inti dari pendekatan pembelajaran konstruktivistik. Dengan munculnya gagasan-gagasan yang bersifat orisinil, siswa dapat membangun pengetahuan di dalam dirinya.
5.      Eksibisi
Komponen dalam eksibisi dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivistik memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat menunjukkan hasil belajar setelah mengikuti suatu pengalaman belajar.
6.      Refleksi
Komponen ini pada dasarnya memberi kesempatan kepada guru dan siswa untuk berpikir kritis tentang pengalaman belajar yang telah mereka tempuh baik personal maupun kolektif. Refleksi juga member kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang aplikasi dari pengetahuan yang telah mereka miliki[11].














BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Tujuan teori ini adalah adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab seseorang itu sendiri, mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya, membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap, mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekan pada proses belajar.

Pembelajaran lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka, bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan meraka melalui asimilasi dan akomodasi. Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, siswa-lah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan teman atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya.

B.     Saran
Dalam pembelajaran guru dituntut untuk mengajarkan peserta didik dengan maksimal. Akan tetapi, guru hanya sebagai fasilitator bagi peserta didik. Seharusnya guru dan siswa salling bekerja sama dalam pembelajaran agartujuan tercapaiu dengan baik.



DAFTAR PUSTAKA

Makmun Khairani, Psikologi Belajar, Yogyakarta: Asawaja Presindo 2013
Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pres, 2014
Yatim Riyanto, Paradigma Pembelajaran, Jakarta, Kencana, 2012
Karwono dan Heni Mularsih, Belajar dan Pembelajaran Serta Pemanfaatan Sumber Belajar,,Jakarta :Rajawali Pers, 2012
Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi Teori dan Aplikasi, Bandung: Pakar Raya, 2004
Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005
http://andiplampang.wordpress.com/2010/07/30/desain-sistem-pembelajaran-konstruktivistik/
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007
Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius, 1997











LAMPIRAN
CONTOH RPP

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Nama Sekolah : MAN 2 Tanjung Karang Bandar Lampung
Mata Pelajaran: FIQIH
Kelas/Semester:XII/2
Standar Kompetensi : Memahami hukum-hukum syar’i
Kompetensi Dasar :
1. Menjelaskan hukum taklifi dan penerapannya dalam Islam
2. Menjelaskan hukum wadh’I dan penerapannya dalam Islam
3. Menjelaskan makhum bihi (fihi)
4. Menjelaskan makhum ‘alaih
Alokasi Waktu : 2x45 menit (2x pertemuan)

Tujuan Pembelajaran :
1.Siswa dapat menjelaskan hukum taklifi dan penerapannya dalam Islam
2. Siswa dapat menjelaskan hukum wadh’i dan penerapannya dalam Islam
3. Siswa dapat menjelaskan makhum bihi (fihi)
4. Siswa dapat menjelaskan makhum ‘alaih

Materi Pembelajaran: Hukum-hukum syar’i

Metode Pembelajaran :
1.      Siswa mengadakan tanya jawab dengan teman-temannya tentang hukum taklifi dan hukum wadh’I
2.      Siswa berlatih memberikan contoh hukum taklifi dan wadh’i
3.      Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa tentang hukum taklifi dan hukum wadh’i

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran:
1.      Kegiatan pendahulun
Apersepsi dan motivasi :
1.      Mengupas singkat tentang hukum taklifi dan penerapanya dalam Islam
2.      Menjelaskan hukum wadh’i dan penerapannya dalam Islam
3.      Menjelaskan makhum bih (fihi)
4.      Menjelaskan makhum ‘alaih

2.      Kegiatan Inti
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru :
a.       Siswa memahami tentang hukum taklifi dan penerapanya dalam Islam. hukum wadh’i dan penerapannya dalam Islam, makhum bih (fihi) dan makhum ‘alaih
b.      Siswa memberi contoh tentang hukum taklifi dan penerapanya dalam Islam. hukum wadh’i dan penerapannya dalam Islam, makhum bih (fihi) dan makhum ‘alaih
Elaborasi
Dalam kegiatan Elaborasi, guru :
a.       Siswa secara berkelompok dan individu untuk menerapkan hukum-hukum syar’i
b.      Menjawab pertanyaan guru yang berkaitan dengan bahan ajar
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
a.       Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa
b.      Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan

3.      Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru :
a.       Siswa diminta menjelaskan hukum-hukum syar’I, ditulis di buku tugas
Alat/sumber belajar:
1.      Buku LKS dan buku paket Fiqih hukum-hukum syar’i

Lembar Penilaian
No
Nama Siswa
performan
Produk
Junlah Skor
Nilai
Kerja sama
partisipasi
1






2






3






4







Catatan:
Nilai = (Jumlah skor : Jumlah Skor Maksimal)x 10

Mengetahui:                                  Bandar Lampung, 15 Februari 2011
Kepala Sekolah/Madrasah                        Pengajar


Tugas Kelompok 3


TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN PAI

Strategi Pembelajaran PAI
Dr. Agus Pahrudin, M. Pd

Disusun Oleh

Amadea Rizka Putri         1311010026
Anggi Asmita                   1311010007
Kelas/Semester                 A/III
Jurusan                            PAI





FAKULTAS TARBIYAH & KEGURUAN
IAIN RADEN INTAN LAMPUNG
1435 H/ 2014 M


KATA PENGANTAR


Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Teori Belajar Konstruktivistik dan Penerapannya dalam Pembelajaran PAI”. Dalam meyelesaikan makalah ini kami telah berusaha untuk mencapai hasil yang maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang kami miliki,kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.

Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing matakuliah Strategi Pembelajaran PAI dan teman-teman yang bekerjasama untuk menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna.Oleh karena itu,kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan sempurnanya makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca.


Bandar Lampung,   Oktober 2014
Penulis










Rounded Rectangle: ii
 
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ I
KATA PENGANTAR ..................................................................................... II
DAFTAR ISI ..................................................................................................... III
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivistik ................................ 2
B.     Tujuan Pembelajaran Konstruktivistik .................................................... 5
C.     Aplikasi Teori Belajar Konstruktivistik .................................................. 5
D.    Perbandingan Pembelajaran Tradisional dan Pembelajaran Konstruktivistik             7
E.     Desain Pembelajaran Teori Konstruktivistik ........................................... 8
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ............................................................................................. 10
B.     Saran ....................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)


Rounded Rectangle: iii
 


[1] Makmun Khairani, Psikologi Belajar, (Yogyakarta: Asawaja Presindo 2013), hlm. 73
[2] Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pres, 2014), hlm. 80
[3] Yatim Riyanto, Paradigma Pembelajaran, (Jakarta, Kencana, 2012), hlm. 143
[4] Karwono dan Heni Mularsih, Belajar dan Pembelajaran Serta Pemanfaatan Sumber Belajar,, (Jakarta :Rajawali Pers, 2012), hlm.  91
[5] Nyayu Khodijah, Lop,cit.,
[6] Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm. 124
[7] Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm. 23
[8] Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi Teori dan Aplikasi, (Bandung: Pakar Raya, 2004), hlm. 53
[9] Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi Teori dan Aplikasi, (Bandung: Pakar Raya, 2004), hlm.108
[10] Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005), 63-64

[11] http://andiplampang.wordpress.com/2010/07/30/desain-sistem-pembelajaran-konstruktivistik/ dikutip pada 14 Oktober 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar