Senin, 13 April 2015

Teknis Analisis Kesukaran Siswa (evaluasi belajar)



          BAB I
PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang
 Salah satu tugas penting yang seringkali dilupakan oleh staf pengajar adalah tugas melakukan evaluasi terhadap alat pengukur yang telah digunakan untuk mengukur keberhasilan belajar dari para peserta didiknya. Alat pengukur dimaksud adalah tes hasil belajar, yang batang tubuhnya terdiri dari kumpulan butir-butir soal.[1]
  Alat pengukur itu bisa dilakukan dengan jalan melakukan penganalisian terhadap tes hasil belajar yang telah dijadikan alat pengukur dalam rangka mengukur keberhasilan belajar dari para peeserta tes tersebut. penelusuran dan pelacakan dilaksanakan oleh tester dengan tujuan untuk mengetahui, apakah butir-butir item yang membangun tes hasil belajar itu sudah dapat menjalankan fungsinya sebagai alat pengukur hasil belajar yang memadai atau belum. identifikasi terhadap setiap butir soal tes hasil belajar itu dilakukan dengan harapan akan menghasilkan berbagai informasi berharga, yang pada dasarnya akan merupakan umpan balik guna melakukan perbaikan, pembenahan, dan penyempurnaan kembali terhadap butir-butir item yang telah dikeluarkan dalam tes hasil belajar, sehingga pada masa-masa yang akan datang tes hasil belajar yang disusun atau dirancang oleh tester itu betul-betul dapat menjalankan fungsinya sebagai alat pengukur hasil belajar yang memilki kualitas yang tinggi.[2]
2.   Rumusan masalah
A.  Bagaimana Teknik Analisis Tingkat Kesukaran ?
B.  Bagaimana Teknik Analisis Daya Pembeda  ?
C.  Bagaimana Teknik Analisis Option(untuk soal pilihan ganda) ?  

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Teknik Analisi Tingkat Kesukaran
Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes hasil belajar pertama-tama dapat diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut. Butir-butir item tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir item yang baik, apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalau mudah dengan kata lain derajat.
Bertitik tolak dari pernyataan tersebut diatas maka butir-butir item tes hasil belajar dimana seluruh testee tidak dapat menjawab dengan betul –(karena terlalu sukar)- tidak dapat disebut sebagai item yang baik. Demikian pula sebaliknya, butir-butir tes hasil belajar dimana seluruh testee dapat menjawab dengan (betul- karena terlalu mudah)- juga tidak dapat dimasukkan dalam  kategori yang baik.[3]
Pertanyaan yang akan segera muncul adalah:”Bagaimana cara yang dapat ditempuh untuk mengetahui butir-butir item tes hasil belajar tertentu yang dapat dikatakan sudah memiliki derajat kesukaran yang memada”? dalam hubungan ini Witherington dalam bukunya berjudul Psycological Education mengatakan, bahwa sudah atau belum memadainya derajat kesukaran item tes hasil belajar dapat diketahui dari besar kecilnya angka yang melambangkan tingkat kesulitan dari item tersebut. Angka yang dapat memberikan petunjuk mengenai tingkat kesukaran item itu dikenal dengan istilah dififficulty index (=angka index kesukaran item), yang dalam dunia evaluasi hasil belajar umumnya dilambangkan dengan huruf P yaitu singkatan dari kata Proportion (proporsi=proporsi). Suatu tes tidakk boleh terlalu mudah, dan juga tidak boleh terlalu sukar.  Sebuah item yang terlalu mudah  sehingga  dapat dijawab  dengan benar oleh semua siswa bukanlah merupakan item yang baik begitu pula item yang terlalu sukar  sehingga tidak dapat dijawab oleh semua siswa juga bukan merupakan item yang baik. Jadi item yang baik adalah item yang mempunyai derajat kesukaran tertentu.[4]
Dan  angka indek kesukaran item itu besarnya berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Artinya, angka indek kesukaran itu paling rendah adalah 0,00 dan paling tinggi adalah 1,00. Angka indek kesukaran sebesar 0,00 ( P= 0,00) merupakan petunjuk bagi tester bahwa butir item tersebut termasuk dalam katagori item yang terlalu sukar, sebab di sini seluruh testee tidak dapat menjawab item dengan betul ( yang dapat menjawab dengan betul =0). Sebaliknya, apabila angka indek kesukaran item itu adalah 1,00 ( P= 1,00) hal ini mengandung makna bahwa butir item yang bersangkutan adalah termasuk dalam katagori item yang terlalu mudah, sebab di sini seluruh testee dapat menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan ( yang dapat menjawab dengan butir = 100%= 100= 1,00.

Angka indeks kesukaran item itu dapat diperoleh dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Du Bois yaitu :
P:Np
   N

Dimana: P= Proportion = proporsi= proporsa= difficulty index= angka index kesukaran item
            Np= Banyaknya testee yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir item yang bersangkutan.
           


N= Jumlah testee yang mengikuti tes hasil belajar.
Rumus lainnya adalah:
P= B
    JS
P= Proporti = proporsi= proporsa= difficulty index = angka index kesukaran item
B= Banyaknya testee yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir item yang bersangkutan
JS= Jumlah testee yang mengikuti tes hasil belajar.
Mengenai bagaimana cara memberikan penafsiran (interprestasi) terhadap angka index kesukaran item, Robert L. Thorndike dan Elizabeth Hagen dalam bukunya berjudul Measurement and Evalution in Psikology and Education mengemukakan sebagai berikut:
Besarnya P                                                           Interprestasi
Kurang dari 0,30                                      Terlalu sukar
0,30-0,70
Lebih dari 0,70                                         Cukup sedang
Sedangkan menurut Withrington dalam bukunya berjudul Psikology Education adalah sebagai berikut:
Besarnya P                                                           Interprestasi
Kurang dari 0,25                                      Terlalu sukar                                       
0,25-0,75                                                  Cukup sedang
Lebih dari 0,75                                         Terlalu mudah
Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:
         Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
         Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
         Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah
            Tentan cara mencari (menghitung) angka index kesukaran item, berikut ini dikemukakan sebuah contoh.
     Misalkan sebanyak 10orang testee mengikuti tes hasil berlajar terhadap akhir dalam mata pelajaran Aqidah-Akhlak yang dituangkan dalam bentuk tes objektif dengan menyajikan 10butir item-item dimana untuk setiap butir item yang dapat dijawab dengan betul diberikan bobot 1 dan untuk setiap jawaban yang salah diberikan bobot 0. Setelah tes hasil belajar berakhir, dilakukan koreksi dan diberikan skor, pada akhirnya tes hasil belajar tersebut menghasilkan pola penyebaran jawaban item.
       Dalam Kaitannya dengan hasil analisis item dari segi derajat kesukarannya seperti telah dikemukakan sebelumnya, maka tindak lanjut yang perlu dilakukan oleh tester adalah . berikut: Pertama, untuk butir-butir item yang berdasarkan hasil analis termaksuk dalam kategori baik (dalam arti derajat kesukaran itemnya cukup atau sedang),seyogyanya butir item tersebut segera dicatat dalam  buku bank soal. Selanjutnya butir-butir soal tersebut dapat dikeluarkan lagi dalam tes-tes hasil hasil belajar pada waktu-waktu yang akan dating.
Kedua, untuk butir-butir item yang termaksuk dalam kategori terlalu sukar, ada tiga kemungkinan tidak lanjut, Yaitu: (1) Butir item tersebut dibunag atau didrop dan tidak akan dikeluarkan lagi dalam tes-tes hasil belajar yang akan dating.(2) Diteliti ulang, diteliti lagi apakah kalimatnya kurang jelas, apakah petunjuk cara mengerjakan jawabnya sulit dipahami ataukah dalam soal tersebut ada yang tidak jelas.setelah diperbaiki lagi butir-butir tersebut dikeluarkan lagi.(3) Butir-butir item yang terlalu sukar itu sewaktu-waktu masih dapat diambil manfaatnya yang dapat digunakan tes-tes terutama tes seleksi.(3) Untuk butir-butir item yang dianggap mudah.

B.  Teknik Analisis Daya Pembeda Item
Daya pembeda (item discriminination) adalah untuk menentukan dapat tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada dalam kelompok itu. Indeks yang digunakan dalam membedakan antara peserta tes yangberkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah. Indeks ini menunjukkan  kesesuaian antara fungsi  soal dengan fungsi tes secara keseluruhan.[5]
 Mengetahui daya pembeda item itu penting sekali, sebab salah satu dasar yang dipegang untuk menyusun butir-butir item tes hasil belajar adalah adanya anggapan, bahwa kemampuan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain itu berbeda-beda, dan bahwa butir-butir tes hasil belajar itu haruslah mampu memberikan hasil tes yang mencerminkan adanya perbedaan-perbedaan kemampuan yang terdapat di kalangan siswa tersebut.
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D. Seperti halnya indeks kesukaran, indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif (-), tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda negatif. [6]
Daya pembeda item itu dapat diketahui melalui atau dengan melihat besar kecilnya angka indeks diskriminasi item. Angka indeks diskriminasi item adalah sebuah angka yang menunjukkan besar kecilnya daya pembeda yang dimiliki oleh sebutir item. Daya pembeda pada dasarnya dihitung atas dasar pembagian siswa ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok atas yakni kelompok yang tergolong pandai, dan kelompok bawah, yaitu kelompok siswa yang tergolong bodoh. Dalam hubungan ini, jika sebutir item memiliki angka indeks diskriminasi item dengan tanda positif, hal ini merupakanmpetunjuk bahwa butir item tersebut telah memiliki daya pembeda, dalam arti bahwa siswa yang termasuk kategori pandai lebih banyak yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir item yang bersangkutan, sedangkan siswa yang termasuk kategori bodoh lebih banyak yang menjawab salah.[7]
Jika sebutir item angka indeks diskriminasinya = 0,00 (nihil), maka hal ini menunjukkan bahwa butir item yang bersangkutan tidak memiliki daya pembeda sama sekali, dalam arti bahwa jumlah siswa kelompok atas yang jawabannya betul (atau salah) sama dengan jumlah siswa kelompok bawah yang jawabannya betul. Jadi diantara kedua kelompok siswa tersebut tidak ada perbedaannya sama sekali, atau perbedaannya sama dengan nol.
Adapun apabila angka indeks diskriminasi item dari sebutir item bertanda negatif, maka pengertian yang terkandung didalamnya adalah, bahwa butir item yang bersangkutan lebih banyak dijawab betul oleh siswa kelompok bawah ketimbang siswa kelompok atas. Dengan demikian ada tiga titik pada daya pembeda yaitu:











Adapun klasifikasi daya pembeda adalah:
Besarnya angka indeks diskriminasi item (D)
Klasifikasi
Interpretasi
Kurang dari 0,20
 Poor (jelek)
Butir item yang bersangkutan daya pembedanya lemah sekali, dianggap tidak memiliki daya pembeda yang baik
0,20 – 0.40
Satisfactory (cukup)
Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang cukup (sedang)
0,40 – 0,70
Good (baik)
Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik
0,70 – 1,00
Excellent (sangat baik)
Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik sekali
Bertanda negative
-
Butir item yang bersangkutan daya pembedanya negatif (jelek sekali)

            Untuk mengetahui besar kecilnya angka index diskriminasi item yang dapat dipergunakan dua macam rumus sebagai berikut:
Rumus pertama:
D= Pa – Pb                                   Atau
D= Ph – Pl
Dimana:
D= Discriminatory power (angka index diskriminasi item).
Pa atau Pl = Proporsi testee kelompok atas yang dapat menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan. (Ph adalah singkatan dari Proportion of the Hinger Groub).
PA atau PH ini dapat diperoleh dengan rumus:
Pa = Ph= Ba
                Ja
Dimana: Ba= Banyaknya testee kelompok atas ( the hinger grub) yang dapat menjawab deangan betul butir item yang bersangkutan.
 Ja= Jumlah testee yang termaksud dalam kelompok atas.
Pb atau Pl= Proporsi testee kelompok bawah yang dapat menjawab dengan betul item yang bersangkutan (Pl adalah singkatan dari Proportion or the Lower Groub).
Pb atau Pl ini dapat diperoleh dengan rumus;
Pb= Pl = Bb
                Jb
Dimana ;
Bb= Banyaknya testee kelompok bawah (the lower groub) yang dapat menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan
Jb= Jumlah testee yang termaksud dalam kelompok bawah

Rumus Kedua:
Dengan rumus kedua ini maka angk index diskriminasi item diperoleh dengan menggunakan teknik korelasi Phiⱷ dengan rumus sebagai berikut:
ⱷ= Ph- Pl
      2√(P) (Q)
Dimana:
ⱷ= Angka index kolerasi Phi yang dalam hal ini dianggap sebagai angka index diskriminasi item.
Ph= Proportion of the higher groub
Pl= Proportion of the lower groub
2= bilangan konsta
P= Proporsi seluruh testee yang jawabannya betul
Q= Proporsi seluruh testee yang jawabannya salah, dimana q= (1-p).




C. Teknik Analisis Option (untuk soal pilihan ganda)
Tes objektif pilihan ganda merupakan jenis tes objektif yang paling
banyak digunakan. Konstruksi tes pilihan ganda terdiri atas dua bagian, Pedoman Penyusanan Soal Pilihan Ganda. yaitu pokok soal (stem) dan alternative jawaban (option). Satu di antara
alternative jawaban tersebut adalah jawaban yang benar atau yang palingbenar (kunci jawaban), sedangkan alternative jawaban yang lain berfungsi sebagai pengecoh (distractor). Pokok soal dapat dibuat dalam dua bentuk, yaitu dalam bentuk pernyataan tidak selesai atau dalam bentuk kalimattanya. Jumlah alternative jawaban yang dibuat terdiri atas empat atau lima option jawaban, untuk uji kompetensi sebanyak lima option jawaban.8
Tata tulis tes pilihan ganda diatur sebagai berikut. Jika pokok soal (stem) ditulis dengan kalimat tidak selesai, maka awal kalimat ditulis dengan huruf besar dan awal option ditulis dengan huruf kecil (kecuali untuk nama diri dan nama tempat). Karena pokok soal ditulis dengan kalimat tidak selesai, maka pada akhir kalimat disertai dengan empat buah titik. Tiga buah titik yang pertama adalah titik-titik untuk pokok soal yang ditulis dengan kalimat tidak selesai dan satu titik yang terakhir merupakan titik akhir alternative jawaban.
Dengan demikian akhir setiap alternative
jawaban tidak perlu diberi tanda titik. Jika pokok kalimat ditulis dengan kalimat tanya, maka awal kalimat ditulis dengan huruf kapital dan akhir kalimat diberi tanda tanya. Setiap awal option dimulai engan huruf capital dan diakhiri dengan tanda titik. Jenis soal yang sering digunakan dalam uji kompetensi profesi adalah soal objektif bentuk pilihan ganda yang berupa kasus. Struktur soal terdiri dari kasus (scenario/vignette), pokok soal/pertanyaan (stem/lead in), dan alternative jawaban (option).
Kasus/scenario yang dibuat adalah kasus kasus factual/nyata, dengan pola pertanyaan harus berbentuk kata tanya, jelas dan dapat dijawab tanpa melihat option jawaban. Secara lebih rinci, di bawah ini diuraikan kaidah penulisan soal pilihan ganda yang harus diperhatikan, sebagai berikut:

a. Materi
1) Soal harus sesuai dengan indikator
2) Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi
3) Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang
paling benar.
Pedoman Penyusanan Soal Pilihan Ganda
b. Konstruksi
1) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas 2) Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja 3) Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar 4) Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negative ganda 5) Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama 6) Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan, "Semua pilihan jawaban di atas salah", atau "Semua pilihan jawaban di atas benar" 7) Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka tersebut, atau kronologisnya 8) Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi 9) Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya. c. Bahasa 1) Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia 2) Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional 3) Setiap soal harus menggunakan bahasa yang komunikatif 4) Pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian.
Pada saat membicarakan tentang objektif bentuk multiple choice item telah dikemukakan bahwa pada tes objektif bentuk multiple choice item tesebut untuk setiap butir item yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar telah dilengkapi dengan beberapa kemungkinan jawab, atau yang sering dikenal dengan istilah option atau alternatif.[8]
Option atau alternatif itu jumlahnya berkisar antara tiga sampai dengan lima buah, dan dari kemungkinan-kemungkinan jawab yang terpasang pada setiap butir item itu, salah satu diantaranya adalah merupakan jawaban betul, sedangkan sisanya adalah merupakan jawaban salah. Jawaban-jawaban salah itulah yang biasa dikenal dengan istilah distraktor (pengecoh).[9]
Tujuan utama dari pemasangan distraktor pada setiap butir item itu adalah, agar dari sekian banyak testee yang mengikuti tes hasil belajar ada yang tertarik untuk memilihnya, sebab mereka menyangka bahwa distraktor yang mereka pilih itu merupakan jawaban betul. Jadi mereka terkecoh, menganggap bahwa distraktor yang terpasang pada item itu sebagai kunci jawaban item, padahal bukan. Semakin banyak testee yang terkecoh, maka dapat dinyatakan bahwa distraktor yang dipasang itu makin dapat menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, apabila distraktor yang dipasang pada setiap butir item itu “tidak laku”(maksudnya: tidak ada seoangpun dari sekian banyak testee yang merasa tertarik untuk memilih distraktor tersebut sebagai jawaban betul), maka hal ini mengandung makna bahwa distraktor tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, distraktor baru dapat dikatakan telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik, apabila distraktor tersebut telah memiliki daya tarik demikian rupa, sehingga para testee (khususnya yang termasuk kategori kemampuan rendah) merasa bimbang, dan ragu-ragu sehingga pada akhirnya mereka menjadi terkecoh untuk memilih distraktor sebagai jawaban betul, sebab mereka mengira bahwa yang mereka pilih itu kunci jawaban item, padahal bukan.
Menganalisis fungsi distraktor sering dikenal dengan istilah lain, yaitu: menganalisis pola penyebaran jawaban item. Adapun yang dimaksud pola penyebaran item ialah suatu pola yang dapat menggambarkan bagaimana testee menentukan pilihan jawabnya terhadap kemungkinan-kemungkinan jawab yang telah dipasangkan pada setiap butir item.
Suatu kemungkinan dapat terjadi, yaitu bahwa dari keseluruhan alternatif yang dipasang pada butir item tertentu, samasekali tidak dipilih oleh testee. Dengan kata lain, testee menyatakan “blangko”. Pernyataan blangko ini sering dikenal dengan istilah Onietdfan biasa diberi lambang dengan huruf O.
Sesuatu distraktor dapat diperlakukan dengan tiga cara:
a.       Diterima, karena sudah baik
b.      Ditolak, karena tidak baik
c.       Ditulis kembali, karena kurang baik
Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan seperlunya. Menulis soal adalah suatu pekerjaan sulit, sehingga apabila masih dapat diperbaiki saja, tidak dibuang. Suatu distraktor dapat dikatakan berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh 5% pengikut tes.[10]










BAB III
          PENUTUP
Simpulan
Analisis butir soal merupakan suatu prosedur yang sistematis, yang akan memberikan informasi-informasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang akan kita susun. Analisis butir soal pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui apakah setiap item soal benar-benar baik,sehingga diperlukan analisis terhadapnya.[11] Analisis butir tes memungkinkan kita memperoleh informasi mengenai baik tidaknya suatu butir, sekaligus memperoleh petunjuk untuk melakukan perbaikan. Penganalisisan terhadap butir-butir soal dapat dilakukan dari tiga segi yaitu: 1. Teknik analisis kesukaran item soal Analisis tingkat kesukaran soal yaitu mengkaji soal-soal tes dari segi kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal mana yang termasuk mudah, sedang, dan sukar. Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawab, bukan dilihat dari sudut guru sebagai pembuat soal.Angka indeks kesukaran item ini dapat diperoleh dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Dubois yaitu:  P=Np/N. 2.TeknikanalisisdayapembedaDayapembedaitemadalah kemampuan suatu butir item tes hasil belajar untuk dapat membedakan (mendiskriminasi) antara kemampuan tinggi dan rendah. Daya pembeda item itu penting sekali bagi salah satu dasar untuk menyusun butir item tes hasil belajar. Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah: D=PA-PB. 3. Distraktor adalah pengecoh, jawaban-jawaban yang mengecoh. Ini bertujuan menarik untuk menjawabnya padahal itu salah. Sebagai tindak lanjut atas hasil penganalisaan terhadap fungsi distraktor tersebut maka distraktor yang menjalankan fungsinya dengan baik dapat dipakai lagi pada tesnya.[12]
DAFTAR PUSTAKA


Anas Sudijono. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidika. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

 Purwanto. 2009. evaluasi hasil belajar. Yogyakarta:pustaka pelajar

Ngalim M. Purwanto.  2002. Prinsip- Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung : Remaja    Rosdakarya

Wayan nurkancana.1990.  evaluasi hasil belajar. Surabaya: Usana Offset Printing

Suharsimi Arikunto. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara

 Sumarna suprapranata.  2006. Analisi Validitas, Rhabilitas dan Interprestasi hasil tes. bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Daryanto.2008.  Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

 Chabib M. Thoha. 2001. Teknik Evaluasi Pendidikan.  Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

http://gurupembaharu.com/home/panduan-analisis-butir-soal/ diakses pada tanggal 29 oktober 2013


Dapertemen p dan K 1978.   Pedoman penulisan soal ujian masuk perguruan tinggi proyek perintis tahun 1979. Direktorat jendral pendidikan tinggi

Anastasi, Anne. Psychologikal Testing, Second edition, The Macmillan Company, New York



[1]  Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 367-368

[2] Ibid, hlm. 369-370

[3] Purwanto, evaluasi hasil belajar, yogyakarta:pustaka pelajar, 2009, hlm.97.

[4]  M. Ngalim Purwanto, Prinsip- Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 118
[5] Wayan nurkancana,  evaluasi hasil belajar, Surabaya: usana offset printing, 1990, hlm.155-156

[6] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), hlm.208

[7] Sumarna suprapranata, Analisi,validitas, rehabilitas dan interprestasi hasil tes, bandung: pt remaja rosda karya, 2006, hlm.23

[8] Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 184

[9]  M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 147

[11] Dapertemen p dan K, Pedoman penulisan soal ujian masuk perguruan tinggi proyek perintis tahun 1979. Direktorat jendral pendidikan tinggi, 1978
[12] Anastasi, Anne. Psychologikal Testing, Second edition, The Macmillan Company, New York

Tidak ada komentar:

Posting Komentar