BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Salah satu tugas penting
yang seringkali dilupakan oleh staf pengajar adalah tugas melakukan
evaluasi terhadap alat pengukur yang telah digunakan untuk mengukur
keberhasilan belajar dari para peserta didiknya. Alat pengukur dimaksud adalah
tes hasil belajar, yang batang tubuhnya terdiri dari kumpulan butir-butir soal.[1]
Alat pengukur
itu bisa dilakukan dengan jalan melakukan penganalisian terhadap tes
hasil belajar yang telah dijadikan alat pengukur dalam rangka mengukur
keberhasilan belajar dari para peeserta tes tersebut. penelusuran dan pelacakan
dilaksanakan oleh tester dengan tujuan untuk mengetahui, apakah butir-butir
item yang membangun tes hasil belajar itu sudah dapat menjalankan fungsinya
sebagai alat pengukur hasil belajar yang memadai atau belum. identifikasi terhadap setiap butir soal tes
hasil belajar itu dilakukan dengan harapan akan menghasilkan berbagai informasi
berharga, yang pada dasarnya akan merupakan umpan balik guna melakukan
perbaikan, pembenahan, dan penyempurnaan kembali terhadap butir-butir item yang
telah dikeluarkan dalam tes hasil belajar, sehingga pada masa-masa yang akan
datang tes hasil belajar yang disusun atau dirancang oleh tester itu
betul-betul dapat menjalankan fungsinya sebagai alat pengukur hasil belajar
yang memilki kualitas yang tinggi.[2]
2. Rumusan
masalah
A. Bagaimana
Teknik Analisis Tingkat Kesukaran ?
B. Bagaimana Teknik
Analisis Daya Pembeda ?
C. Bagaimana
Teknik Analisis Option(untuk soal pilihan ganda) ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teknik
Analisi Tingkat Kesukaran
Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes
hasil belajar pertama-tama dapat diketahui dari derajat kesukaran atau taraf
kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut. Butir-butir
item tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir item yang baik,
apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalau
mudah dengan kata lain derajat.
Bertitik tolak dari pernyataan tersebut
diatas maka butir-butir item tes hasil belajar dimana seluruh testee tidak
dapat menjawab dengan betul –(karena terlalu sukar)- tidak dapat disebut
sebagai item yang baik. Demikian pula sebaliknya, butir-butir tes hasil belajar
dimana seluruh testee dapat menjawab dengan (betul- karena terlalu mudah)- juga
tidak dapat dimasukkan dalam kategori
yang baik.[3]
Pertanyaan yang akan segera muncul adalah:”Bagaimana cara
yang dapat ditempuh untuk mengetahui butir-butir item tes hasil belajar
tertentu yang dapat dikatakan sudah memiliki derajat kesukaran yang memada”?
dalam hubungan ini Witherington dalam bukunya berjudul Psycological Education mengatakan, bahwa sudah atau belum
memadainya derajat kesukaran item tes hasil belajar dapat diketahui dari besar
kecilnya angka yang melambangkan tingkat kesulitan dari item tersebut. Angka
yang dapat memberikan petunjuk mengenai tingkat kesukaran item itu dikenal
dengan istilah dififficulty index
(=angka index kesukaran item), yang dalam dunia evaluasi hasil belajar umumnya
dilambangkan dengan huruf P yaitu singkatan dari kata Proportion (proporsi=proporsi).
Suatu tes tidakk boleh terlalu mudah, dan juga tidak boleh terlalu
sukar. Sebuah item yang terlalu
mudah sehingga dapat dijawab dengan benar oleh
semua siswa bukanlah merupakan item yang baik begitu
pula item yang terlalu sukar sehingga tidak dapat dijawab oleh semua
siswa juga bukan merupakan item yang baik. Jadi item yang baik adalah item yang
mempunyai derajat kesukaran tertentu.[4]
Dan angka indek kesukaran item itu
besarnya berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Artinya, angka indek
kesukaran itu paling rendah adalah 0,00 dan paling tinggi adalah 1,00. Angka
indek kesukaran sebesar 0,00 ( P= 0,00) merupakan petunjuk bagi tester bahwa
butir item tersebut termasuk dalam katagori item yang terlalu sukar, sebab di
sini seluruh testee tidak dapat menjawab item dengan betul ( yang dapat
menjawab dengan betul =0). Sebaliknya, apabila angka indek kesukaran item itu
adalah 1,00 ( P= 1,00) hal ini mengandung makna bahwa butir item yang
bersangkutan adalah termasuk dalam katagori item yang terlalu mudah, sebab di
sini seluruh testee dapat menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan (
yang dapat menjawab dengan butir = 100%= 100= 1,00.
Angka indeks kesukaran item itu dapat
diperoleh dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Du Bois yaitu :
P:Np
N
Dimana: P= Proportion = proporsi= proporsa= difficulty
index= angka index kesukaran item
Np=
Banyaknya testee yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir item yang
bersangkutan.
N= Jumlah testee yang
mengikuti tes hasil belajar.
Rumus
lainnya adalah:
P= B
JS
P=
Proporti = proporsi= proporsa= difficulty index = angka index kesukaran item
B=
Banyaknya testee yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir item yang
bersangkutan
JS=
Jumlah testee yang mengikuti tes hasil belajar.
Mengenai bagaimana cara memberikan penafsiran
(interprestasi) terhadap angka index kesukaran item, Robert L. Thorndike dan
Elizabeth Hagen dalam bukunya berjudul Measurement
and Evalution in Psikology and Education mengemukakan sebagai berikut:
Besarnya
P Interprestasi
Kurang dari 0,30 Terlalu
sukar
0,30-0,70
Lebih dari 0,70 Cukup
sedang
Sedangkan menurut Withrington dalam bukunya berjudul Psikology Education adalah sebagai
berikut:
Besarnya P Interprestasi
Kurang
dari 0,25 Terlalu
sukar
0,25-0,75 Cukup
sedang
Lebih
dari 0,75 Terlalu
mudah
Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran
sering diklasifikasikan sebagai berikut:
Soal
dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
Soal
dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
Soal
dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah
|
Tentan
cara mencari (menghitung) angka index kesukaran item, berikut ini dikemukakan
sebuah contoh.
Misalkan
sebanyak 10orang testee mengikuti tes hasil berlajar terhadap akhir dalam mata
pelajaran Aqidah-Akhlak yang dituangkan dalam bentuk tes objektif dengan
menyajikan 10butir item-item dimana untuk setiap butir item yang dapat dijawab dengan
betul diberikan bobot 1 dan untuk setiap jawaban yang salah diberikan bobot 0.
Setelah tes hasil belajar berakhir, dilakukan koreksi dan diberikan skor, pada
akhirnya tes hasil belajar tersebut menghasilkan pola penyebaran jawaban item.
Dalam Kaitannya dengan hasil analisis item
dari segi derajat kesukarannya seperti telah dikemukakan sebelumnya, maka
tindak lanjut yang perlu dilakukan oleh tester adalah . berikut: Pertama, untuk
butir-butir item yang berdasarkan hasil analis termaksuk dalam kategori baik
(dalam arti derajat kesukaran itemnya cukup atau sedang),seyogyanya butir item
tersebut segera dicatat dalam buku bank
soal. Selanjutnya butir-butir soal tersebut dapat dikeluarkan lagi dalam
tes-tes hasil hasil belajar pada waktu-waktu yang akan dating.
Kedua,
untuk butir-butir item yang termaksuk dalam kategori terlalu sukar, ada tiga
kemungkinan tidak lanjut, Yaitu: (1) Butir item tersebut dibunag atau didrop
dan tidak akan dikeluarkan lagi dalam tes-tes hasil belajar yang akan dating.(2)
Diteliti ulang, diteliti lagi apakah kalimatnya kurang jelas, apakah petunjuk
cara mengerjakan jawabnya sulit dipahami ataukah dalam soal tersebut ada yang
tidak jelas.setelah diperbaiki lagi butir-butir tersebut dikeluarkan lagi.(3) Butir-butir
item yang terlalu sukar itu sewaktu-waktu masih dapat diambil manfaatnya yang
dapat digunakan tes-tes terutama tes seleksi.(3) Untuk butir-butir item yang
dianggap mudah.
B. Teknik
Analisis Daya Pembeda Item
Daya pembeda (item discriminination) adalah
untuk menentukan dapat tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek
yang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada dalam kelompok itu. Indeks yang
digunakan dalam membedakan antara peserta tes yangberkemampuan tinggi dengan
peserta tes yang berkemampuan rendah. Indeks ini
menunjukkan kesesuaian antara fungsi soal dengan fungsi
tes secara keseluruhan.[5]
Mengetahui daya pembeda item itu penting
sekali, sebab salah satu dasar yang dipegang untuk menyusun butir-butir item
tes hasil belajar adalah adanya anggapan, bahwa kemampuan antara siswa yang
satu dengan siswa yang lain itu berbeda-beda, dan bahwa butir-butir tes hasil
belajar itu haruslah mampu memberikan hasil tes yang mencerminkan adanya
perbedaan-perbedaan kemampuan yang terdapat di kalangan siswa tersebut.
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda
disebut indeks diskriminasi, disingkat D. Seperti halnya indeks kesukaran,
indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Hanya
bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif (-), tetapi pada indeks
diskriminasi ada tanda negatif. [6]
Daya pembeda item itu dapat diketahui melalui
atau dengan melihat besar kecilnya angka indeks diskriminasi item. Angka indeks
diskriminasi item adalah sebuah angka yang menunjukkan besar kecilnya daya
pembeda yang dimiliki oleh sebutir item. Daya pembeda pada dasarnya dihitung
atas dasar pembagian siswa ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok atas yakni
kelompok yang tergolong pandai, dan kelompok bawah, yaitu kelompok siswa yang
tergolong bodoh. Dalam hubungan ini, jika sebutir item memiliki angka indeks
diskriminasi item dengan tanda positif, hal ini merupakanmpetunjuk bahwa butir
item tersebut telah memiliki daya pembeda, dalam arti bahwa siswa yang termasuk
kategori pandai lebih banyak yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir
item yang bersangkutan, sedangkan siswa yang termasuk kategori bodoh lebih
banyak yang menjawab salah.[7]
Jika sebutir item angka indeks
diskriminasinya = 0,00 (nihil), maka hal ini menunjukkan bahwa butir item yang
bersangkutan tidak memiliki daya pembeda sama sekali, dalam arti bahwa jumlah
siswa kelompok atas yang jawabannya betul (atau salah) sama dengan jumlah siswa
kelompok bawah yang jawabannya betul. Jadi diantara kedua kelompok siswa
tersebut tidak ada perbedaannya sama sekali, atau perbedaannya sama dengan nol.
Adapun apabila angka indeks diskriminasi item
dari sebutir item bertanda negatif, maka pengertian yang terkandung didalamnya
adalah, bahwa butir item yang bersangkutan lebih banyak dijawab betul oleh siswa
kelompok bawah ketimbang siswa kelompok atas. Dengan demikian ada tiga
titik pada daya pembeda yaitu:
Adapun
klasifikasi daya pembeda adalah:
Besarnya
angka indeks diskriminasi item (D)
|
Klasifikasi
|
Interpretasi
|
Kurang
dari 0,20
|
Poor (jelek)
|
Butir
item yang bersangkutan daya pembedanya lemah sekali, dianggap tidak memiliki daya pembeda
yang baik
|
0,20
– 0.40
|
Satisfactory (cukup)
|
Butir
item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang cukup (sedang)
|
0,40
– 0,70
|
Good (baik)
|
Butir
item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik
|
0,70
– 1,00
|
Excellent (sangat baik)
|
Butir
item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik sekali
|
Bertanda
negative
|
-
|
Butir
item yang bersangkutan daya pembedanya negatif (jelek sekali)
|
Untuk
mengetahui besar kecilnya angka index diskriminasi item yang dapat dipergunakan
dua macam rumus sebagai berikut:
Rumus pertama:
D=
Pa – Pb Atau
D=
Ph – Pl
Dimana:
D= Discriminatory power (angka index
diskriminasi item).
Pa atau Pl = Proporsi testee kelompok atas
yang dapat menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan. (Ph adalah
singkatan dari Proportion of the Hinger
Groub).
PA
atau PH ini dapat diperoleh dengan rumus:
Pa
= Ph= Ba
Ja
Dimana: Ba= Banyaknya testee kelompok atas ( the hinger grub) yang dapat menjawab
deangan betul butir item yang bersangkutan.
Ja= Jumlah testee yang termaksud dalam
kelompok atas.
Pb atau Pl= Proporsi testee kelompok bawah yang dapat
menjawab dengan betul item yang bersangkutan (Pl adalah singkatan dari
Proportion or the Lower Groub).
Pb
atau Pl ini dapat diperoleh dengan rumus;
Pb=
Pl = Bb
Jb
Dimana
;
Bb= Banyaknya testee kelompok bawah (the lower groub) yang dapat menjawab dengan betul butir item yang
bersangkutan
Jb= Jumlah testee yang termaksud dalam kelompok bawah
Rumus
Kedua:
Dengan rumus kedua ini maka angk index
diskriminasi item diperoleh dengan menggunakan teknik korelasi Phiⱷ dengan
rumus sebagai berikut:
ⱷ= Ph- Pl
2√(P) (Q)
Dimana:
ⱷ= Angka index kolerasi Phi yang dalam hal ini dianggap
sebagai angka index diskriminasi item.
Ph=
Proportion of the higher groub
Pl=
Proportion of the lower groub
2=
bilangan konsta
P=
Proporsi seluruh testee yang jawabannya betul
Q=
Proporsi seluruh testee yang jawabannya salah, dimana q= (1-p).
C. Teknik
Analisis Option (untuk soal pilihan ganda)
Tes objektif
pilihan ganda merupakan jenis tes objektif yang paling
banyak digunakan. Konstruksi tes pilihan ganda terdiri atas dua bagian, Pedoman Penyusanan Soal Pilihan Ganda. yaitu pokok soal (stem) dan
alternative jawaban (option). Satu di antara
alternative jawaban tersebut adalah jawaban yang benar atau yang
palingbenar (kunci jawaban), sedangkan alternative jawaban yang lain berfungsi sebagai pengecoh (distractor). Pokok
soal dapat dibuat dalam dua bentuk, yaitu
dalam bentuk pernyataan tidak selesai atau dalam bentuk kalimattanya. Jumlah
alternative jawaban yang dibuat terdiri atas empat atau lima option jawaban, untuk uji kompetensi sebanyak lima option jawaban.8
Tata tulis tes pilihan ganda diatur sebagai
berikut. Jika pokok soal (stem)
ditulis dengan kalimat tidak selesai, maka awal kalimat ditulis dengan huruf besar dan awal option ditulis
dengan huruf kecil (kecuali untuk
nama diri dan nama tempat). Karena pokok soal ditulis dengan kalimat tidak selesai, maka pada akhir
kalimat disertai dengan empat buah titik.
Tiga buah titik yang pertama adalah titik-titik untuk pokok soal yang ditulis dengan kalimat tidak selesai dan satu
titik yang terakhir merupakan titik
akhir alternative jawaban.
Dengan demikian
akhir setiap alternative
jawaban tidak perlu diberi tanda titik. Jika pokok kalimat ditulis
dengan kalimat tanya, maka awal kalimat ditulis
dengan huruf kapital dan akhir kalimat
diberi tanda tanya. Setiap awal option dimulai engan huruf capital dan diakhiri dengan tanda titik. Jenis soal yang sering digunakan dalam uji
kompetensi profesi adalah
soal objektif bentuk pilihan ganda yang berupa kasus. Struktur soal terdiri dari kasus (scenario/vignette),
pokok soal/pertanyaan (stem/lead in), dan
alternative jawaban (option).
Kasus/scenario yang dibuat adalah
kasus kasus factual/nyata,
dengan pola pertanyaan harus berbentuk kata tanya, jelas dan dapat dijawab tanpa melihat option
jawaban. Secara lebih rinci, di bawah ini diuraikan
kaidah penulisan soal pilihan
ganda yang harus diperhatikan, sebagai berikut:
a. Materi
1) Soal harus sesuai dengan indikator
2) Pilihan jawaban
harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi
3) Setiap soal harus
mempunyai satu jawaban yang benar atau yang
paling benar.
Pedoman Penyusanan
Soal Pilihan Ganda
b. Konstruksi
1) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas
dan tegas 2) Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban
harus merupakan pernyataan
yang diperlukan saja 3)
Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar 4) Pokok soal jangan mengandung
pernyataan yang bersifat negative ganda 5) Panjang rumusan pilihan jawaban harus
relatif sama 6) Pilihan jawaban jangan mengandung
pernyataan, "Semua pilihan jawaban
di atas salah", atau "Semua pilihan jawaban di atas benar" 7) Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau
waktu harus disusun berdasarkan
urutan besar kecilnya nilai angka tersebut, atau kronologisnya 8)
Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi 9) Butir soal jangan bergantung pada
jawaban soal sebelumnya. c.
Bahasa 1) Setiap soal harus menggunakan bahasa yang
sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia 2) Jangan menggunakan bahasa yang berlaku
setempat, jika soal akan digunakan
untuk daerah lain atau nasional 3)
Setiap soal harus menggunakan bahasa yang komunikatif 4) Pilihan jawaban jangan mengulang kata atau
frase yang bukan merupakan
satu kesatuan pengertian.
Pada saat membicarakan tentang objektif bentuk
multiple choice item telah dikemukakan bahwa pada tes objektif bentuk multiple
choice item tesebut untuk setiap butir item yang dikeluarkan dalam tes hasil
belajar telah dilengkapi dengan beberapa kemungkinan jawab, atau yang sering
dikenal dengan istilah option atau alternatif.[8]
Option atau alternatif itu jumlahnya berkisar
antara tiga sampai dengan lima buah, dan dari kemungkinan-kemungkinan jawab
yang terpasang pada setiap butir item itu, salah satu diantaranya adalah
merupakan jawaban betul, sedangkan sisanya adalah merupakan jawaban salah.
Jawaban-jawaban salah itulah yang biasa dikenal dengan istilah distraktor
(pengecoh).[9]
Tujuan utama dari pemasangan distraktor pada
setiap butir item itu adalah, agar dari sekian banyak testee yang mengikuti tes
hasil belajar ada yang tertarik untuk memilihnya, sebab mereka menyangka bahwa
distraktor yang mereka pilih itu merupakan jawaban betul. Jadi mereka terkecoh,
menganggap bahwa distraktor yang terpasang pada item itu sebagai kunci jawaban
item, padahal bukan. Semakin banyak testee yang terkecoh, maka dapat dinyatakan
bahwa distraktor yang dipasang itu makin dapat menjalankan fungsinya dengan
sebaik-baiknya. Sebaliknya, apabila distraktor yang dipasang pada setiap butir
item itu “tidak laku”(maksudnya: tidak ada seoangpun dari sekian banyak testee
yang merasa tertarik untuk memilih distraktor tersebut sebagai jawaban betul),
maka hal ini mengandung makna bahwa distraktor tersebut tidak menjalankan
fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, distraktor baru dapat dikatakan telah
dapat menjalankan fungsinya dengan baik, apabila distraktor tersebut telah
memiliki daya tarik demikian rupa, sehingga para testee (khususnya yang
termasuk kategori kemampuan rendah) merasa bimbang, dan ragu-ragu sehingga pada
akhirnya mereka menjadi terkecoh untuk memilih distraktor sebagai jawaban
betul, sebab mereka mengira bahwa yang mereka pilih itu kunci jawaban item,
padahal bukan.
Menganalisis fungsi distraktor sering dikenal
dengan istilah lain, yaitu: menganalisis pola penyebaran jawaban item. Adapun
yang dimaksud pola penyebaran item ialah suatu pola yang dapat menggambarkan
bagaimana testee menentukan pilihan jawabnya terhadap kemungkinan-kemungkinan
jawab yang telah dipasangkan pada setiap butir item.
Suatu kemungkinan dapat terjadi, yaitu bahwa
dari keseluruhan alternatif yang dipasang pada butir item tertentu, samasekali
tidak dipilih oleh testee. Dengan kata lain, testee menyatakan “blangko”.
Pernyataan blangko ini sering dikenal dengan istilah Onietdfan
biasa diberi lambang dengan huruf O.
Sesuatu
distraktor dapat diperlakukan dengan tiga cara:
a. Diterima,
karena sudah baik
b. Ditolak,
karena tidak baik
c. Ditulis
kembali, karena kurang baik
Kekurangannya mungkin hanya terletak pada
rumusan kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan
seperlunya. Menulis soal adalah suatu pekerjaan sulit, sehingga apabila masih
dapat diperbaiki saja, tidak dibuang. Suatu distraktor dapat dikatakan
berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh 5% pengikut tes.[10]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Analisis
butir soal merupakan suatu prosedur yang sistematis, yang akan memberikan
informasi-informasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang akan kita susun.
Analisis butir soal pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui apakah setiap item soal benar-benar baik,sehingga diperlukan
analisis terhadapnya.[11] Analisis
butir tes memungkinkan kita memperoleh informasi mengenai baik tidaknya suatu
butir, sekaligus memperoleh petunjuk untuk melakukan perbaikan. Penganalisisan
terhadap butir-butir soal dapat dilakukan dari tiga segi yaitu: 1. Teknik
analisis kesukaran item soal Analisis tingkat kesukaran soal yaitu mengkaji
soal-soal tes dari segi kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal mana
yang termasuk mudah, sedang, dan sukar. Tingkat kesukaran soal dipandang dari
kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawab, bukan dilihat dari sudut guru
sebagai pembuat soal.Angka indeks kesukaran item ini dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Dubois yaitu: P=Np/N. 2.TeknikanalisisdayapembedaDayapembedaitemadalah
kemampuan suatu butir item tes hasil belajar untuk dapat membedakan
(mendiskriminasi) antara kemampuan tinggi dan rendah. Daya pembeda item itu
penting sekali bagi salah satu dasar untuk menyusun butir item tes hasil
belajar. Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah: D=PA-PB. 3.
Distraktor adalah pengecoh, jawaban-jawaban yang mengecoh. Ini bertujuan
menarik untuk menjawabnya padahal itu salah. Sebagai tindak lanjut atas hasil
penganalisaan terhadap fungsi distraktor tersebut maka distraktor yang menjalankan
fungsinya dengan baik dapat dipakai lagi pada tesnya.[12]
DAFTAR PUSTAKA
Anas
Sudijono. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidika. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
Purwanto. 2009. evaluasi hasil belajar. Yogyakarta:pustaka pelajar
Ngalim M. Purwanto. 2002. Prinsip- Prinsip dan Teknik Evaluasi
Pengajaran, Bandung
: Remaja Rosdakarya
Wayan nurkancana.1990. evaluasi hasil belajar. Surabaya: Usana
Offset
Printing
Suharsimi
Arikunto. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Sumarna
suprapranata. 2006. Analisi Validitas, Rhabilitas dan Interprestasi hasil tes. bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Daryanto.2008. Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Rineka Cipta
Chabib M. Thoha. 2001. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
http://gurupembaharu.com/home/panduan-analisis-butir-soal/ diakses pada tanggal 29 oktober 2013
http://ilm9.blogspot.com/2012/11/analisis-butir-soal_3221.html di akses pada tanggal 29 oktober 2013
http://hilmanburhanudin.blogspot.com/2011/04/rumus-daya-pembeda-dan-tingkat.htmldi akses pada tanggal 29 oktober 2013
Dapertemen p dan K 1978. Pedoman penulisan soal ujian masuk perguruan tinggi
proyek perintis tahun 1979. Direktorat jendral pendidikan tinggi
Anastasi, Anne. Psychologikal Testing, Second edition,
The Macmillan Company, New York
[1] Anas Sudijono, Pengantar
Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.
367-368
[2] Ibid, hlm. 369-370
[3] Purwanto, evaluasi hasil
belajar, yogyakarta:pustaka pelajar, 2009, hlm.97.
[4] M. Ngalim Purwanto, Prinsip- Prinsip dan Teknik
Evaluasi Pengajaran, ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 118
[5] Wayan nurkancana, evaluasi
hasil belajar, Surabaya: usana offset printing, 1990, hlm.155-156
[6] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar
Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), hlm.208
[7] Sumarna suprapranata, Analisi,validitas,
rehabilitas dan interprestasi hasil tes, bandung: pt remaja rosda
karya, 2006, hlm.23
[8] Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2008), hlm. 184
[9] M.
Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), hlm. 147
[10] http://gurupembaharu.com/home/panduan-analisis-butir-soal/ diakses
pada tanggal 29 oktober 2013
[11] Dapertemen p dan K, Pedoman penulisan soal ujian masuk perguruan
tinggi proyek perintis tahun 1979. Direktorat jendral pendidikan tinggi,
1978
[12] Anastasi, Anne. Psychologikal Testing, Second edition,
The Macmillan Company, New York
Tidak ada komentar:
Posting Komentar