Rabu, 01 April 2015

LKS Jenjang MAN atau SMA



Tugas Individu
TUGAS PRAKTIKUM MEMBUAT LKS
FIQIH
Dosen : Dra. Chairul Amriyah, M.Pd
Disusun oleh
1.      Bakti Andrian : 1311010134
           

           


FAKULTAS TARBIYAH
INTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1436 H/2015 M

Pendidikan Agama Islam MAN 1 Kedondong
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan LKS FIQIH ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Dan juga kami berterima kasih pada ibu Dra. Chairul Amriyah, M.Pd selaku Dosen mata kuliah Praktikum yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap LKS ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai proses dan tahapan belajar. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan.
Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon keritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.


Bandar Lampung, 18 Febuari  2015


Penulis




images(2).jpg
1. STANDAR KOMPETENSI
§  Memahami ketentuan-ketentuan thaharah (bersuci). 
KOMPETENSI DASAR
A. Menjelaskan perbedaan hadas dan najis. 
B. Menjelaskan ketentuan-ketentuan wudlu dan tayammum.
C. Menjelaskan ketentuan-ketentuan mandi wajib.
2. STANDAR KOMPETENSI
§  Memahami tatacara shalat. 
KOMPETENSI DASAR
A. Menjelaskan ketentuan-ketentuan shalat wajib.
B. Mempraktikkan shalat wajib.
3. STANDAR KOMPETENSI
§  Memahami tatacara shalat jama’ah dan munfarid (sendiri). 
KOMPETENSI DASAR
A. Menjelaskan pegertian shalat jama’ah dan munfarid (sendiri).
B. Mempraktikkan shalat jama’ah dan munfarid (sendiri).  
4. STANDAR KOMPETENSI
§  Melaksanakan tata cara sujud diluar shalat
KOMPETENSI DASAR
A. Menjelaskan ketentuan sujud syukur dan tilawah
B. Mempraktekkan sujud syukur dan tilawah
STANDAR MATERI
A. Sujud Syukur
B. Sujud Tilawah

5. STANDAR KOMPETENSI
§  Memahami tata cara penyembelihan,Kurban, dan Akikah
KOMPETENSI DASAR
A.      Menjelaskan ketentuan penyembelihan binatang
B.       Menjelaskan ketentuan Kurban
C.       Menjelaskan ketentuan Akikah
D.      Mempraktikan tata cara kurban dan Akikah

6. STANDAR KOMPETENSI
§  Memahami tata cara puasa wajib dan puasa sunah
KOMPETENSI DASAR
A. Menjelaskan ketentuan puasa wajib.
B.  Mempraktekkan puasa wajib.
C. Menjelaskan ketentuan puasa sunah Senin dan Kamis, Syawal dan  Arafah.
     Mempraktekan puasa sunah Senin dan Kamis, Syawal dan Arafah








BAB I

A. Thaharah  (Bersuci) 
1. Pengertian thaharah dan dasar hukumnya 
Kata thaharah berasal dari kata bahasa Arab at-thaharah yang berarti suci dan bersih. Jadi, masalah thaharah terkait dengan masalah kesucian dan kebersihan. At-thaharah  juga bisa berarti bersuci (dari kotoran). Dalam pemahaman syariah  (hukum) Islam, thaharah berarti bersuci dari hadas dan najis. Thaharah memiliki kedudukan yang penting dalam hukum Islam. Thaharah merupakan persyaratan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah Swt., seperti shalat, thawaf, dan membaca al-Quran. Dalam al-Quran ditegaskan bahwa Allah mencintai orang-orang yang selalu menjaga kebersihan dan kesucian, seperti firman-Nya dalam surat al- Baqarah (2) ayat :
štRqè=t«ó¡our Ç`tã ÇÙŠÅsyJø9$# ( ö@è% uqèd ]Œr& (#qä9ÍtIôã$$sù uä!$|¡ÏiY9$# Îû ÇÙŠÅsyJø9$# ( Ÿwur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜtƒ ( #sŒÎ*sù tbö£gsÜs?  Æèdqè?ù'sù ô`ÏB ß]øym ãNä.ttBr& ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§q­G9$# =Ïtäur šúï̍ÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ  
Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah (2): 222). 
Kebersihan juga merupakan bagian yang penting dalam kesempurnaan iman seseorang Muslim. Dalam salah satu hadits, Nabi Saw. Bersabda:   anna dhofatu minaliman
Artinya: “Kebersihan adalah sebagian dari iman.” (HR. Ahmad).  
2. Macam-macam thaharah 
Secara umum thaharah (bersuci) dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
A. Bersuci dari hadas, yaitu mensucikan diri dari hadas, baik hadas kecil maupun hadas besar dengan melakukan wudlu, mandi, atau tayammum.
B. Bersuci dari najis, yaitu mensucikan badan, pakaian, dan tempat dari najis dengan air yang suci dan mensucikan, atau dengan benda-benda suci yang keras, seperti batu, kayu, tisu, dan lain-lainnya.  
3. Macam-macam hadas dan cara mensucikannya 
Hadas ada dua macam, yaitu:
a. Hadas kecil, yaitu hadas yang dapat disucikan dengan melakukan wudlu atau tayammum, seperti bersentuhan kulit antara laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim (kerabat dekat), mengeluarkan sesuatu dari lubang qubul (“pintu depan”) maupun lubang dubur (“pintu belakang”)
b. Hadas besar, yaitu hadas yang bisa disucikan dengan mandi wajib atau tayammum, seperti haidl, nifas, atau melahirkan bagi perempuan, serta junub atau janabat bagi laki-laki maupun perempuan.  
4. Macam-macam najis dan cara mensucikannya 
Najis ada tiga macam, yaitu:
a. Najis mukhaffafah , yaitu najis yang ringan. Yang termasuk najis ini adalah air kencing anak laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan dan minum selain air susu ibu. Dengan demikian air kencing anak perempuan yang belum berumur dua tahun tidak termasuk najis ini meskipun belum makan dan minum selain air susu ibu. Cara mensucikan najis ini cukup dengan memercikkan air pada benda yang kena najis ini. B. Najis mughallazhah , yaitu najis yang berat. Yang termasuk ke dalam najis ini adalah air liur anjing atau babi dan bekas jilatannya. Cara mensucikannya adalah dengan membasuh bekas jilatan tersebut dengan air yang suci sebanyak tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah yang suci.
b. Najis Mukhaladzhoh yakni nazis yang berat yang termasuk didalam nazis ini seperti dijilat anjing, sbagaimana seperti dibawah ini. 
MUTIARA KISAH 
Dikisahkan, suatu hari seseorang menemui Nasruddin. Lalu orang itu berkata: “Tuan Nasruddin! Bila ada seekor anjing mengencingi sebuah tempok, bagaimana cara menyucikan tembok itu?” Jawab Nasruddin: “Runtuhkan tembok itu dan bangunlah tujuh kali!” Tanya orang itu lagi: “Tetapi, tembok itu yang berada di belakang tuan itu?” Jawab Nasruddin dengan tenangnya: “Bila tembok ini, cukup dengan air sedikit saja!”  
c. Najis mutawasithah , yaitu najis pertengahan antara najis yang ringan dan yang berat. Yang termasuk dalam najis ini adalah semua najis selain dari najis mukhaffafah dan najis mughallazhah. Yang termasuk dalam najis ini adalah Bangkai binatang selain dari binatang laut (ikan) dan binatang darat yang tidak berdarah seperti belalang. Najis mutawasithah dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Najis hukmiyah, yaitu najis yang diyakini adanya, tetapi tidak tampak zat dan warnanya, baunya, atau rasanya, seperti air kecing yang sudah kering. Cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada benda yang kena najis. 2) Najis ‘ainiyah, yaitu najis yang masih jelas zat dan warnanya, baunya, atau rasanya. Cara mensucikannya dengan menghilangkan zat, warna, bau, dan rasanya. 
B. Perbedaan hadas dan najis
a. Dari segi definisi atau pengertiannya, kedua istilah itu jelas berbeda. Hadas adalah suatu keadaan tidak suci yang menyebabkan seseorang tidak boleh melaksanakan shalat, tawaf, atau yang lainnya. Sedang najis adalah suatu keadaan kotor (tidak suci) yang menjadi sebab terhalangnya seseorang melaksanakan ibadah kepada Allah.
b. Dilihat dari contohnya, kedua istilah itu juga berbeda. Contoh hadas misalnya keluarnya sesuatu dari dua “pintu” manusia (qubul dan dubur) atau seorang laki-laki bersentuhan dengan seorang perempuan yang bukan muhrim. Adapun contoh najis adalah air kencing, air liur anjing, bangkai, dan lain sebagainya.
c. Dilihat dari segi bentuknya keduanya juga berbeda. Bentuk hadas terletak pada proses yang dilakukan oleh seseorang, seperti buang air besar atau kecil, bersentuhan, berhubungan suami-isteri, dan lainnya. Sedang bentuk najis bukan pada proses, tetapi pada benda atau barangnya, seperti air kencing, tinja, kotoran binatang, dan sebagainya. 
d. Dilihat dari segi macam-macamnya, hadas dan najis juga berbeda. Macam hadas ada dua, yaitu hadas besar dan hadas kecil. Sedang macam najis, ada yang membaginya menjadi tiga, yaitu najis mukhaffafah, najis mughallazhah, dan najis mutawasithah, serta ada juga yang membaginya menjadi najis ‘ainiyah dan najis hukmiyah.
e. Dilihat dari cara membersihkannya, keduanya jelas berbeda. Hadas dapat dibersihkan dengan wudlu dan tayammum (untuk hadas kecil) atau dengan mandi wajib (untuk hadas besar). Sedang najis dapat dibersihkan dengan bersuci, yakni dengan menghilangkan bentuk najisnya misalnya dengan air suci, batu, tanah, tissu, atau dengan benda-benda suci lainnya yang sejenis. 
Meskipun hadas dan najis berbeda dalam berbagai aspek seperti di atas, namun keduanya sama-sama termasuk bagian dari thaharah (bersuci). 
C. Wudlu dan Tayyamum
a. Pengertian wudlu dan dasar hukumnya
Kata wudlu berasal dari kata bahasa Arab al-wudlu’ yang berarti bersih. Menurut istilah hukum Islam, wudlu berarti membasuh anggota badan tertentu dengan air menurut syarat dan rukun tertentu. Seperti disebutkan sebelumnya, bahwa wudlu dilakukan untuk menghilangkan hadas kecil. Wudlu ini diperintahkan terkait dengan diperintahkannya shalat bagi umat Islam. Dalam al-Quran surat al- Maidah (5) ayat 6 Allah berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku-siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. al-Maidah (5): 6). 
b. Syarat wudlu
Untuk sempurnanya wudlu diperlukan syarat-syarat seperti berikut: 1) Islam 2) Mumayyiz (pinter), artinya bisa membedakan yang baik dan buruk 3) Tidak berhadas besar 4) Menggunakan air yang suci dan mensucikan 5) Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit.  
c. Rukun wudlu
1) Niat tidak harus dilafalkan (dibunyikan), karena yang paling pokok niat berada dalam hati. Contoh lafal niat wudlu kalau dibunyikan:  
“Nawaitu wudhu’a lirofhil hadasil asgori fardhu lillahita’ala”
Artinya: “Saya berniat wudlu untuk menghilangkan hadas kecil sebagai kewajiban karena Allah Ta’ala.”
2) Membasuh muka sampai batas tumbuhnya rambut, yaitu mulai dari tepi dahi sebelah atas sampai tepi bawah janggut dan dari centil telinga kanan sampai centil telinga kiri.
3) Membasuh kedua tangan sampai siku-siku.
4) Mengusap atau menyapu sebagian kepala, yaitu dengan tangan yang dibasahi air.
5) Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki.
6) Tertib, yaitu berurutan dalam melakukan rukun wudlu, tidak boleh dibolak- balik.  .
d. Yang membatalkan wudlu
Hal-hal yang dapat membatalkan wudlu adalah sebagai berikut: 1) Keluarnya sesuatu dari lubang qubul atau dubur baik berupa benda padat, cair, maupun berupa angin (kentut).
 “Atau salah seorang di antara kamu kembali dari buang air.” (QS. an- Nisa’ (4): 43). 
2) Hilang akal yang disebabkan mabuk, gila, atau tidur, kecuali tidur dengan posisi dubur dapat menutup keluarnya angin dari lubang dubur.  “Kedua mata adalah tali yang mengikat pintu dubur, maka apabila kedua mata itu tidur terbukalah ikatan pintu itu, maka barang siapa yang tidur hendaklah ia berwudlu.” (HR. Abu Daud). 
 3) Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan dengan syarat keduanya sudah dewasa dan keduanya tidak mempunyai hubungan muhrim (kerabat terdekat).
“Atau kamu (laki-laki) telah menyentuh perempuan.” (QS. an-Nisa’ (4): 43). 
4) Menyentuh kemaluan (qubul dan dubur) dengan telapak tangan.
Barang siapa yang memegang alat kemaluannya maka hendaklah berwudlu  (HR. Ibnu Majah dan hadits ini dishahihkan oleh Ahmad).  
b. Pengertian tayammum dan dasar hukumnya
Tayammum dari segi bahasa berarti menyengaja atau bermaksud. Sedang menurut istilah hukum Islam, tayammum berarti menyapukan tanah atau debu ke muka dan kedua tangan sampai siku-siku dengan beberapa syarat tertentu sebagai pengganti wudlu atau mandi wajib. Tayammum merupakan rukhshah (keringanan) bagi orang yang berhalangan menggunakan air atau bagi orang yang tidak mendapatkan air. Dasar ditetapkannya tayammum adalah firman Allah dalam al- Quran surat al-Maidah (5) ayat 6.
Artinya: “Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan lalu kamu tidak mendapatkan air, maka hendaklah kamu bertayammum dengan tanah yang baik, sapulah mukamu dan kedua tanganmu dengan tanah tersebut (QS. al-Maidah (5): 6).  
a. Sebab-sebab tayammum
Hal-hal yang dapat menyebabkan bolehnya tayammum adalah sebagai berikut: 1) Sakit yang dikhawatirkan akan semakin parah atau lama sembuhnya jika kena air. 2) Karena dalam perjalanan. 3) Tidak ada air, padahal sudah diupayakan untuk mendapatkannya dsb.
b. Syarat tayammum
Tayammum dapat dilakukan jika terpenuhi persyaratan seperti berikut: 1) Ada sebab yang membolehkan mengganti wudlu atau mandi dengan tayammum. 2) Sudah masuk waktu shalat. 3) Dapat menghilangkan najis yang melekat di badan. 4) Tidak dalam keadaan haid atau nifas bagi perempuan. 5) Menggunakan tanah berdebu yang suci. 6) Sudah diupayakan mencari air, tetapi tidak ditemukan karena sebab tertentu.  
c. Rukun tayammum
Rukun tayammum ada empat macam, yaitu: 1) Niat, yaitu menyengaja untuk bertayammum. Contoh lafal tayammum:  “nawaitu tayyamuma lirof’il hadatsil asgori fardlu lilahi ta’ala”
Artinya: “Saya berniat tayammum untuk diperbolehkan melakukan shalat sebagai kewajiban karena Allah Ta’ala.” 
2) Mengusap muka dengan tanah.
3) Mengusap kedua tangan sampai siku-siku dengan tanah.
4) Tertib atau  berurutan.  
C.  Mandi wajib
a. Pengertian mandi wajib dan dasar hukumnya
Mandi wajib sering juga disebut dengan mandi besar atau mandi junub/janabat. Yang dimaksud dengan mandi di sini adalah mengalirkan air yang suci ke seluruh badan disertai dengan niat menghilangkan hadas besar. Ditetapkannya mandi wajib ini didasarkan pada firman Allah dalam al-Quran surat al-Maidah (5) ayat 6 Artinya : “Apabila kamu sekalian dalam keadaan junub, : maka mandilah.” (QS. al- Maidah (5): 6).  
b. Sebab yang mewajibkan mandi wajib
Ada beberapa hal yang menyebabkan wajibnya mandi, di antaranya terjadi pada laki-laki dan perempuan dan ada yang khusus pada perempuan saja, yakni: 1) Bersetubuh, baik sampai keluar air mani (sperma) maupun tidak. 2) Keluar air mani (sperma), baik dikarenakan bermimpi atau sebab lain, dengan disengaja atau tidak, dan dengan perbuatan sendiri atau tidak. 3) Meninggal dunia (mati), yakni bagi orang Islam kecuali jika mati syahid. 4) Keluar darah haid (menstruasi). 5) Keluar darah nifas (sehabis melahirkan). 6) Melahirkan, baik sudah sempurna maupun belum sempurna seperti keguguran. 
Dari enam sebab di atas tiga yang awal terjadi pada laki-laki dan perempuan dan tiga sisanya terjadi khusus pada perempuan.  
c. Rukun mandi wajib
Rukun mandi wajib hanya ada dua, yaitu: 1) Niat, yakni menyengaja menghilangkan hadas besar. 2) Mengalirkan air ke seluruh badan sampai merata.  
d. Sunnah mandi wajib
Untuk kesempurnaan mandi wajib ini perlu dilakukan juga sunnahnya seperti: 1) Membaca basmalah pada permulaan mandi. 2) Berwudlu sebelum mandi. 3) Menggosok seluruh badan dengan tangan. 4) Mendahulukan bagian badan yang kanan dari yang kiri. 5) Berturut-turut.  
Niat ketika mandi wajib :
 “Nawaitul gusla lirofil hadatsil asgori minjami’il ba’dani fardlu lillahi ta’ala”
Artinya: “Saya berniat mandi untuk menghilangkan hadas besar sebagai kewajiban karena Allah Ta’ala.” 
f. Mandi sunnah
1) Mandi hari Jum’at bagi orang yang akan pergi shalat Jum’at. 2) Mandi untuk melakukan shalat hariraya (‘Idain), baik ‘Idul Fitri maupun ‘Idul Adha. 3) Mandi setelah siuman dari pingsan. 4) Mandi karena hendak melakukan ihram (haji atau umrah). 5) Mandi sehabis memandikan jenazah. 6) Mandi bagi orang yang baru masuk Islam.  












Flowchart: Alternate Process: UJI KOMPETENSI
 


A. Pilihlah satu jawaban yang benar dengan memberi tanda silang (X) pada huruf A, B, C, atau D! 
1. Mensucikan diri dari hadas dan najis untuk beribadah kepada Allah disebut … 
A. Thaharah        B. Istinja’     C. Janabat        D. Najasah 
2. Hadas yang dapat disucikan dengan mandi junub disebut … 
A. Hadas janabat      B. Hadas besar      C. Hadas kecil      D. Hadas ringan 
3. Mensucikan diri dari hadas kecil dilakukan dengan … 
A. Mandi        B. Istinja’       C. Wudlu       D. Junub 
4. Air liur anjing termasuk dalam kelompok najis … 
A. Mukhaffafah       B. Mughallazhah      C. Mutawasithah    D. Muthaharah
5. Berikut ini yang termasuk ke dalam rukun wudlu adalah … 
A. Membaca basmalah    B. Melafalkan niat   C. Membasuh kedua telingan     D. Tertib (berurutan) 
6. Di antara hal-hal yang dapat membatalkan wudlu adalah … 
A. Muntah dengan sengaja    B. Hilang akal karena gila  C. Makan dan minum     D. Bercakap-cakap 
7. Menyapu muka dan tangan dengan tanah yang suci sebagai pengganti wudlu atau mandi disebut … 
A. Junub     B. Thaharah     C. Tayammum     D. Istinja’ 
8. Di antara contoh di bawah ini yang termasuk najis mukhaffafah adalah … 
A. Kencing bayi laki-laki belum 2 tahun  B. Air liur binatang selain anjing dan babi  C. Muntah                                                   D. Bangkai ikan dan belalang 
9. Yang mengharuskan seseorang melakukan mandi wajib di antaranya adalah … 
A. Menyentuh alat kelamin    B. Mengeluarkan kotoran dari lubang dubur  C. Sadar dari gila atau mabuk      D. Mengeluarkan air mani 
10. Thaharah mengajarkan kepada kita agar kita selalu hidup…
A. Hemat        B. Damai         C. Tenang        D. Sehat  
B. Isilah titik-titik di bawah ini dengan jawaban yang singkat dan tepat!
1. Air yang dapat digunakan untuk menghilangkan najis adalah …
2. Perintah melakukan thaharah dalam al-Quran terdapat dalam surat … ayat …
3. Hadas yang dapat dihilangkan dengan wudlu adalah hadas …
4. Dalam bahasa Arab kata thaharah  mengandung arti …
5. Air kencing yang sudah kering yang tidak kelihatan lagi wujudnya tetapi masih diyakini adanya disebut najis …
C. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan tepat!
1. Bagaimana cara mencuci najis mukhaffafah?
2. Sebutkan macam-macam hadas dan cara mensucikannya!
3. Apa yang dimaksud dengan wudlu?
4. Sebutkan beberapa hal yang membatalkan wudlu!
5. Mengapa wudlu dan tayammum diwajibkan dalam syariat Islam?


BAB II

A. Shalat Wajib  
1. Pengertian shalat dan dasar hukumnya
Kata shalat berasal dari bahasa Arab ash-shalah yang berarti doa. Secara mudah dapat dipahami bahwa shalat berisi rangkaian doa. Semua bacaan dalam shalat berupa doa kepada Allah mulai dari doa iftitah (doa pembuka) sampai salam (doa penutup). Menurut istilah syariat (hukum) Islam shalat berarti serangkaian ibadah yang berupa ucapan dan gerakan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dengan syarat dan rukun tertentu.
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar.” (QS. al-‘Ankabut (29): 45). 
Adapun hadits Nabi Saw. tentang shalat di antaranya berikut ini: 
Artinya: “Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika mereka enggan melaksanakannya ketika mereka berusia sepuluh tahun.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan al-Hakim).  
2. Syarat shalat . 
Adapun yang menjadi syarat sah shalat adalah sebagai berikut: a. Suci dari hadas kecil maupun besar. b. Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis. c. Menutup aurat (sesuatu yang harus ditutup karena menjadikan cela bagi seseorang). Aurat laki-laki adalah antara pusat hingga lutut, sedang aurat perempuan semua bagian badan kecuali muka dan telapak tangan. d. Telah masuk waktu shalat. e. Menghadap ke arah kiblat. f. Mengetahui tatacara shalat..  
3. Rukun shalat
a. Berniat, yaitu menyengaja melakukan shalat. Niat berada dalam hati.
b. Berdiri bagi yang mampu berdiri. Jika tidak mampu berdiri maka boleh dengan duduk atau berbaring.
c. Membaca takbiratul ihram , yaitu membaca “ Allahu Akbar” (Allah Maha Besar) di awal shalat.
d. Membaca surat al-Fatihah.
e. Ruku’ disertai tuma’ninah, yaitu berhenti sebentar sekedar membaca tasbih.
f. I’tidal disertai tuma’ninah.
g. Sujud disertai tuma’ninah.
h. Duduk di antara dua sujud disertai tuma’ninah.
i. Duduk akhir, untuk membaca tasyahud akhir.
j. Membaca tasyahud akhir.
k. Membaca shalawat atas Nabi Muhammad Saw.
l. Mengucapkan salam yang pertama.
m. Tertib atau berurutan dalam melakukan rukun dan tidak boleh dibolak-balik.  
5. Yang membatalkan shalat
Hal-hal yang dapat membatalkan shalat adalah seperti berikut: a. Meninggalkan salah satu rukun shalat atau memutuskan rukun shalat sebelum sempurna dengan sengaja. b. Meninggalkan salah satu syarat shalat. c. Berkata-kata dengan sengaja di luar bacaan shalat. d. Bergerak lebih dari tiga kali berturut-turut selain gerakan shalat. e. Makan atau minum.  
B. Praktik Shalat
a. Takbir
Takbir di sini meliputi takbiratul ihram atau takbir yang lainnya. Adapun lafal takbir itu adalah:  allahuakbar  Artinya: “Allah Maha Besar.” 
b. Doa iftitah
Ada dua pilihan bacaan doa iftitah yang diajarkan Nabi, salah satunya yaitu: 
”Allahuakbar kabiro walhamdulilahhi kasiro wasubhannallahibuk ratauwa’asila, inniwajahtu wajhiya lillaji fatorossawati walardi, hanifa muslimauwama’ana minal muslimin”
Artinya: “Allah Maha Besar yang sempurna Kebesaran-Nya, segala puji bagi-Nya, dan Maha Suci Allah sepanjang pagi dan petang. Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan keadaan lurus dan berserah diri, dan aku bukanlah dari golongan orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu baginya dan untuk itulah aku diperintahkan, dan (semoga) aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri.” 
c. Bacaan surat al-Fatihah  
d. Bacaan ruku’
“Subhannarobial ‘adzimi wabihamdihi”
Artinya: “Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung.” 
e. Bacaan i’tidal
“rabbana lakalhamdumil’ussamawti wamil ulardi wamil umasi ta’min sai’im ba’du”.
Artinya: “Ya Tuhan kami, bagimu segala puji yang memenuhi langit, memenuhi bumi, dan memenuhi apa pun yang Engkau kehendaki sesudah itu.”   
f.  Bacaan sujud
“subhana robbial a’lawabihamdihi
g.  Bacaan doa duduk antara dua sujud
h.  Bacaan tasyahud awal dan akhir 
i.  Bacaan qunut
Doa qunut ini dibaca sebagian orang pada waktu shalat subuh setelah i’tidal pada rekaat kedua. Ada yang menghukumi sunnah muakkadah (sunnah yang dikuatkan) sehingga jika lupa disunnahkan melakukan sujud sahwi, dan ada yang tidak menganggap seperti itu sehingga tidak membaca qunut dan tidak perlu melakukan sujud sahwi.
j. Bacaan salam .   
8. Dzikir dan doa setelah shalat
a. Dzikir
Dzikir yang dibaca setelah shalat ini ada yang panjang ada yang pendek. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa bacaan dzikir sederhana yang sering diamalkan oleh Nabi Muhammad Saw. dan juga oleh sebagian besar umat Islam selesai shalat, khususnya shalat fardu/wajib. Urutan dzikir yang biasa dibaca oleh orang-orang di Indonesia adalah: 
b.   Doa
Tidak ada ketentuan khusus dari Nabi Muhammad Saw. mengenai doa yang dibaca setelah shalat. Artinya kita boleh berdoa dengan doa apa pun, asalkan doa itu isinya permintaan yang baik-baik, jangan sampai seseorang berdoa isinya permintaan yang tidak baik. Nabi Saw. juga memberi contoh doa yang baik, begitu juga banyak contoh doa yang baik dalam al-Quran. Untuk berdoa hendaklah dimulai dengan membaca basmalah lalu hamdalah dan shalawat atas Nabi, dan untuk mengakhiri doa hendaklah ditutup dengan shalawat atas Nabi lalu hamdalah .       










Flowchart: Alternate Process: UJI KOMPETENSI
 


A. Pilihlah satu jawaban yang benar dengan memberi tanda silang (X) pada huruf A, B, C, atau D!  
1. Menurut makna bahasa, kata ash-shalah dalam bahasa Arab berarti …
A. Ibadah      B. Doa     C. Pasrah       D. Tangga naik 
2. Beragama Islam merupakan salah satu … shalat.
A. Syarat sah     B. Rukun     C. Syarat wajib       D. Kesempurnaan 
3. Hukum melaksanakan shalat lima waktu bagi orang Islam adalah …
A. Sunnah muakkad    B. Fardu ‘ain    C. Ibadah mahdlah      D. Fardu kifayah 
4. Di bawah ini yang termasuk dalam sunnah shalat adalah …
A. Membaca takbiratulihram     B. Membaca surat al-Fatihah     C. Membaca ayat-ayat al-Quran        D. Membaca shalawat atas Nabi 
5. Duduk pada saat melakukan tahiyyat akhir dan membaca tasyahud akhir disebut …
A. Duduk iftirasy    B. Duduk infirasy     C. Duduk tawarruk      D. Duduk tahiyyat 
6. Doa yang dibaca setelah i’tidal sebelum sujud pada shalat shubuh disebut …
A. Doa iftitah     B. Doa shalawat      C. Doa qunut         D. Doa tarji’ 
7. Diam sebentar antara dua rukun dalam shalat termasuk bagian dari …
A. Rukun shalat          B. Sunnah shalat      C. Kaifiyat shalat      D. Kesempurnaan shalat 
8. Bacaan SUBHANA ROBIAL A’LA WABIHAMDIHI membacanya pada saat …
A. Duduk di antara dua sujud         B. I’ tidal     C. Ruku’        D. Sujud 
9. Di bawah ini yang tidak termasuk hal-hal yang membatalkan shalat adalah …
A. Tidak membaca doa iftitah dengan sengaja.     B. Berkata-kata dengan sengaja di luar bacaan shalat     C. Lupa melakukan ruku’      D. Tidak sengaja sewaktu shalat celananya robek sehingga kelihatan auratnya 
10. Seorang yang melakukan shalat sengaja ingin cepat selesai dengan tidak membaca ayat-ayat al-Quran selain surat al-Fatihah hukumnya …
A. Tidak sah    B. Sah tetapi harus sujud sahwi    C. Sah     D. Batal dan harus mengulang  
B.  Isilah titik-titik di bawah ini dengan jawaban yang singkat dan tepat!
1. Shalat yang wajib dilakukan oleh setiap orang Islam adalah …
2. Dalam hadits Nabi dijelaskan bahwa shalat tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun kecuali … dan …
3. Diam sebentar di antara dua rukun dalam shalat disebut …  
C.   Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan tepat!
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan shalat?
2. Tunjukkan satu bacaan doa setelah shalat yang kamu hafal!
3. Terjemahkan bacaan doa iftitah!
4. Bacakan dalil naqli tentang perintah shalat wajib kemudian terjemahkan!
5. Sebutkan beberapa fungsi shalat wajib dalam kehidupan!





BAB III
A. Shalat Berjama’ah  
1. Pengertian shalat berjama’ah dan dasar hukumnya
Shalat bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu sendirian dan berjama’ah. Shalat sendirian sering disebut dengan shalat munfarid . Shalat bersama atau shalat berjama’ah adalah shalat yang dikerjakan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dengan cara salah seorang menjadi imam dan lainnya menjadi makmum dengan syarat-syarat tertentu. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa shalat berjama’ah hukumnya sunnah muakkad, artinya shalat berjama’ah sangat dianjurkan untuk dilakukan. Sebagian ulama lainnya ada yang berpendapat hukum shalat berjama’ah adalah fardlu ‘ain dan sebagiannya lagi fardlu kifayah. Dalam al-Quran dijelaskan bahwa Nabi Saw. melakukan shalat berjama’ah beserta para sahabatnya dengan beliau menjadi imam dan para sahabat menjadi makmumnya. Dalam hal ini Allah Swt. Berfirman:
Artinya: “Apabila engkau (Nabi Saw.) beserta mereka dalam peperangan, sedang engkau hendak melakukan shalat dengan mereka, maka hendaklah sebagian mereka berdiri untuk shalat bersama engkau.” (QS. an-Nisa’ (4): 102). 
Artinya: “Shalat berjama’ah lebih utama daripada shalat sendirian dengan keutamaan dua puluh tujuh derajat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu ‘Umar). 
2. Halangan shalat berjama’ah
Hal-hal yang membolehkan kita untuk tidak (yang menghalangi kita) melakukan shalat berjama’ah adalah seperti berikut:
a. Karena hujan lebat sehingga menghalangi kita untuk datang ke tempat shalat berjama’ah. b. Karena angin topan atau udara terlalu dingin.
c. Karena sakit yang menyusahkan kita datang ke tempat shalat berjama’ah.
d. Karena lapar dan haus, padahal makanan sudah dihidangkan.
e. Karena baru makan makanan yang baunya kurang sedap.
f. Karena mau buang air besar atau kecil.
g. Karena takut ada bahaya yang menimpa.  
Flowchart: Alternate Process: UJI KOMPETENSI

5. Fungsi shalat berjama’ah

A. Pilihlah satu jawaban yang benar dengan memberi tanda silang (X) pada huruf A, B, C, atau D! 
1. Shalat yang dilakukan dengan sendirian disebut dengan shalat … 
A. Berjama’ah       B. Munfarid      C. Qadla’      D. Ada’ 
2. Sedang shalat yang dilakukan dengan bersama-sama disebut shalat …. 
A. Berjama’ah     B. Munfarid     C. Jum’ah    D. Qadla’ 
3. Hukum melaksanakan shalat berjama’ah adalah … 
A. Sunnah muakkad    B. Fardu ‘ain      C. Ibadah mahdlah       D. Fardu kifayah 
4. Pahala shalat berjama’ah dibandingkan dengan shalat sendirian adalah … 
A. 27 kali lipat       B. 2 kali lipat  C. 3 kali lipat     D. Berlipat-lipat 
5. Di antara hal-hal di bawah ini yang tidak termasuk persyaratan imam adalah …
A. Memiliki pengetahuan agama yang lebih dibanding makmumnya.
B. Imam hendaklah orang yang lebih tua di antara jama’ah.
C. Imam hendaklah orang yang lebih fasih bacaan al-Qurannya.
D. Imam hendaklah orang yang diserahi oleh masyarakat memangku masjid 
6. Dalam shalat berjama’ah yang diikuti oleh jama’ah laki-laki, perempuan, dan anak-anak, maka posisi anak-anak berada di …
A. Di barisan paling belakang    B. Di barisan depan bersama-sama laki-laki   C. Di  antara barisan laki-laki dan perempuan   D. Bersma-sama jama’ah perempuan 
7. Di antar hal yang dapat menghalangi shalat berjama’ah  adalah …
A. Karena hujan lebat sehingga menghalangi kita untuk datang ke tempat shalat berjama’ah.
B.  Karena sedang menyelesaikan pekerjaan rumah. C.  Karena sakit hati kepada temannya yang ada di masjid. D.  Karena lapar dan haus. 
8. Hikmah atau fungsi shalat berjama’ah bagi kita di antaranya dalah … 
A. Persamaan derajat manusia     B. Disiplin melaksanakan tugas 
C. Tidak rakus terhadap dunia    D. Membiasakan pertemanan 
9. Jumlah minimal dapat melakukan shalat berjama’ah adalah … 
A. Dua orang     B.  Tiga orang       C. Sepuluh orang       D. Empat puluh orang
10. Dalah shalat berjama’ah jika imamnya salah maka cara mengingatkannya adalah …
A.   Bagi perempuan dengan tepuk tangan  B.   Bagi laki-laki dengan tepuk tangan  C.   Bagi perempuan dengan bertasbih        D.   Bagi laki-laki dengan bertakbir sekali  
B.  Isilah titik-titik di bawah ini dengan jawaban yang singkat dan
1. Shalat yang dilakukan dengan sendirian tepat! disebut …
2. Dalam shalat berjama’ah posisi imam harus … makmum.
3. Shalat berjama’ah paling utama dilakukan di …
4. Pahala shalat berjama’ah dibandingkan dengan shalat sendirian adalah …
5. Hukum melaksanakan shalat berjama’ah adalah …  


BAB IV
A. Sujud Syukur
                   1.  Pengertian syukur dan Sujud Syukur
Syukur secara bahasa artinya adalah terimakasih. Bersyukur bisa dilakukan dengan banyak cara, bisa dengan ucapan atau perbuatan. Seseorang yang diberikan nikmat berupa kesehatan bisa menyukurinya dengan cara menggunakan kesehatan tersebut untuk melakukan amal  kebaikan. Seseorang yang ingin bersyukur karena sudah dianugrahi sepasang mata maka ia sudah semestinya mensyukurinya dengan menggunakan mata itu melihat yang baik-baik. Kita juga bisa mewujudkan syukur atas semua nikmat yang diberikan Allah Swt serta terhindarnya kita dari suatu musibah dengan sujud syukur.
Jadi, sujud syukur ialah sujud yang dikerjakan seseorang manakala memperoleh kenikmatan atau terhindar dari suatu bahaya yang mengancam dirinya. Sujud syukur ini merupakan tanda terima kasih seorang hamba kepada Allah SWT. atas nikmat yang telah diterimanya.
2. Hukum Bersyukur dan Sujud Syukur
Hukum bersyukur kepada Allah Swt adalah wajib. Kapan pun, dalam kondisi apapun seseorang diwajibkan untuk terus mensyukuri nikmat Allah. Sebab apapun yang diberikan Allah Swt. kepada kita itulah yang terbaik buat kita. Kita wajib ridha dengan takdir Allah, meskipun takdir tersebut tidak kita sukai.
Sementara itu hukum bersyukur dengan cara melakukan sujud syukur adalah sunnah. Rasulullah SAW bersabda:
"Dari Abi Bakrah, bahwa Nabi SAW apabila mendapatkan sesuatu yang disenangi atau diberi kabar gembira, segeralah tunduk dan bersujud sebagai tanda syukur kepada Allah Ta'ala". (HR. Abu Daud, Ibnu Majjah dan Tirmidzi)
3.  Sebab-sebab Melakukan sujud Syukur
a.  Karena mendapatkan nikmat dari Allah Swt
b.  Karena terhindar dari bahaya (kesusahan yang besar)
4.  Cara Sujud Syukur
Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan secara spontan. Misalkan, ketika seseorang mendapatkan nikmat, atau baru saja mendapatkan kabar yang menggembirakan, maka seketika itu juga ia melakukan sujud syukur tanpa menunda-nundanya. Meskipun boleh-boleh saja seseorang melakukan sujud syukur setiap hari, setiap ba’da shalat, atau kapan pun ia mau. Tetapi sujud syukur lebih dianjurkan dilakukan oleh seseorang yang baru saja mendapat kenikmatan-kenikmatan yang spesial seperti Lulus Ujian, naik kelas, memenangi lomba tingkat nasional, dan lain sebagainya. Kenikmatan-kenikmatan tersebut tidak terjadi belum tentu kita dapatkan setahun sekali.
Adapun cara melakukannya adalah dengan satu kali sujud dan dilakukan di luar shalat. Meskipun syarat sujud syukur boleh tidak suci tetapi tentunya lebih baik (afdhal) bila melakukan selagi suci dari hadast dan najis.
5. Do’a Sujud Syukur
Bacaan do’a sujud syukur juga sama dengan sujud tilawah, yaitu:

سَجَدَ وَجْهِى لِلَّذِى خَلَقَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلهِ وَقُوَّتِهِ تَبَارَكَ الله أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
Artinya:
"Aku sujud kepada Allah Swt. Yang telah menciptakan dan membentuk diriku serta telah membukakan pendengaran dan penglihatanku dengan kekuasaan dan kekuatanNya. Maha berkah Allah, Dialah sebaik Pencipta."
Atau boleh juga sujud syukur dengan membaca doa berikut:

سُبْحَانَكَ اَللَّهُمَّ اَنْتَ رَبِّي حَقَّا حَقَّا، سَجَدْتُ لَكَ يَارَبِّ تَعَبُّدًا وَرِقًّا. اَللَّهُمَّ اِنَّ عَمَلِي ضَعِيْفٌ فَضَاعِفْ لِي اَللَّهُمَّ قِنِي عَذَابَكَ يَوْمَ تُبْعَثُ عِبَادُكَ وَتُبْ عَلَيَّ
اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
Artinya:
"Maha Suci Engkau. Ya Allah, Engkaulah Tuhaku yang sebenarnya, aku sujud kepada-Mu ya Rabbi sebagai pengabdian dan penghambaan. Ya Allah, sungguh amalku lemah, maka lipat gandakan pahalanya bagiku. Ya Allah, selamatkan aku dari siksa-Mu pada hari hamba-hamba-Mu dibangkitkan, terimalah taubatku, sesunguhnya Engkau Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang."
Selain dua doa di atas, doa sujud syukur bisa juga menggunakan bacaan yang lain, seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an surat An-Naml : 19, dimulai dari "Rabbi 'auzi'ni…dan seterusnya sampai akhir.
فَتَبَسَّمَ ضَاحِكٗا مِّن قَوۡلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوۡزِعۡنِيٓ أَنۡ أَشۡكُرَ نِعۡمَتَكَ ٱلَّتِيٓ أَنۡعَمۡتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَيَّ وَأَنۡ أَعۡمَلَ صَٰلِحٗا تَرۡضَىٰهُ وَأَدۡخِلۡنِي بِرَحۡمَتِكَ فِي عِبَادِكَ ٱلصَّٰلِحِينَ ١٩
 Artinya:
"….Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridhai : dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh". (QS. An-Naml : 19)
7.    Hikmah Sujud Syukur
            Hikmah melakukan sujud syukur, yaitu:
a)      Memperoleh kepuasan batin berkaitan dengan anugrah yang diterima dari Allah Swt.
b)      Merasa dekat dengan Allah sehingga memperoleh bimbingan dan hidayahNya.
c)      Memperoleh tambahan nikmat dari Allah Swt dan selamat dari siksanya.
B. Sujud         Tilawah 
1. Pengertian Sujud Tilawah.
Menurut bahasa tilawah berarti bacaan. Sedangkan menurut istilah sujud tilawah ialah sujud yang dikerjakan pada saat membaca atau mendengar ayat-ayat "sajdah" dalam AI-Qur'an. Berbeda dengan sujud syukur, sujud tilawah boleh dikerjakan di dalam maupun di luar shalat.
2. Hukum Melaksanakan Sujud Tilawah
Hukum melakukannya adalah sunnah.Dasarnya adalah adalah hadist berikut, yang artinya:
“Rasulullah membacakan al-Qur’an untuk kami, jika melalui ayat sajdah beliau bertakbir lalu sujud dan kami pun ikut semua.” (H.R Abu Dawud, Baihaqi, Hakim)
3. Syarat-syarat Sujud Tilawah
a)      Suci dari hadats dan najis, baik badan, pakaian maupun tempat
b)      Menutup aurat
c)      Menghadap ke arah kiblat
d)     Setelah mendengar atau membaca ayat sajdah
4. Rukun Sujud Tilawah
Rukun sujud tilawah sama dengan rukun sujud syukur, yaitu:
a)      Niat (di dalam hati)
b)      Takbiratullhram
c)      Sujud
d)     Duduk sesudah sujud (tanpa membaca tasyahud)
e)      Salam
9. Ayat-ayat Sajdah:
Di dalam AI-Our'an terdapat 15 ayat sajadah, yaitu :
a. Akhir Surat Al-A’raf  : 20
b. Akhir Surat Ar-Ra’du  : 15
c. Akhir Surat An-Nahl  : 49
d. Akhir Surat Isra  : 109
e. Akhir Surat Maryam  : 58
f. Akhir Surat Al-Hajj : 18 
g. Akhir Surat Al-Hajj  :77
h. Akhir Surat Al-Furqan  : 60
C. Persamaan dan Perbedaan Sujud Tilawah dengan Sujud Syukur
1. Persamaannya
a. Baik sujud tilawah maupun sujud syukur hanya dilakukan sekali sujud saja.
b. Hukumnya sama-sama sunnah.
2. Perbedaannya
a. Sujud tilawah dapat dikerjakan di saat shalat maupun di luar shalat, sedangkan sujud syukur hanya boleh dikerjakan di luar shalat dan tidak boleh melakukan sujud syukur di saat shalat.
b. Sujud tilawah dikerjakan karena mendengar atau membaea ayat-ayat sajadah, sedangkan sujud syukur dikerjakan karena mendapat nikmat dari Allah SWT. atau karena terhindar dari bahaya yang menganeam dirinya.




Flowchart: Alternate Process: UJI KOMPETENSI
 


A.Pilih jawaban yang benar dengan memberi tanda silang pada: a, b, c, dan d!
1. syukur secara bahasa berarti…..
a.       Terimakasih
b.      Ucapan
c.       Perbuatan
d.      Perjuangan
2. apa hukum bersujud syukur kepasa allah….
a.       Sunah
b.      Makruh
c.       Wajib
d.      Haram
3. apa hukum bersyukur dengan cara melakukan sujud syukur….
a.       Sunah
b.      Makruh
c.       Wajib
d.      Haram
4. kapan sujud syukur dilakukan….
a.       Melihat maksiat
b.      Melihat musibah
c.       Mendengar musibah
d.      Mendapatkan nikmat
5. bagaimana cara melakukan sujud syukur….
a.       2x sujud diluar shalat
b.      1x sujud di luar shalat
c.       3x sujud di luar shalat
d.      4x sujud di luar sujud
6. sujud tilawah menurut bahasa dan istilah adalah…
a.       Bacaan dan mendengar ayat-ayat sajdah
b.      Menbaca dan mendengar azan
c.       Mendengar dan melihat maksiat
d.      Melihat dan mendapat nikmat
7. apa hukum melakukan sujud tilawah….
a.       wajib
b.      sunah
c.       makruh
d.      haram
8. berikut ini lafat ayat sajdah yang terdapat dalam quran kecuali….
a.       Al-a’raf:206
b.      Ar-rad:15
c.       An-nahl:49
d.      Al-fatihah:5
B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini!
1. jelaskan pengertian sujud syukur?
2. sebutkan sebab-sebab melakukan sujud syukur?
3. sebutkan syarat-syarat sujud tilawah?
4.apa saja rukun sujud tilawah?.


BAB V
A.      Penyembelihan Binatang

1.        Pengertian Penyembelihan
Penyembelihan binatang adalah memutus jalan makan, minum,nafas, dan urat nadi pada leher binatang yang disembelih dengan pisau,pedang,atau alat lain yang tajam sesuai dengan ketentuan syarak.

2.        Tata Cara Penyembelihan Binatang
a.         Cara Menyembelih Binatang
Ada dua cara dalam menyembelih binatang yaitu secara tradisional dan mekanik.
1)        Menyembelih Binatang secara Tradisional
a)        Menyiapkan terlebih dahulu lubang penampungan darah
b)        Menyiapkan peralatan yang akan digunakan
c)        Bintang yang akan disembelih dibaringkan menghadap kiblat,lambung kiri dibawah
d)       Leher hewan yang akan disembelih diletakan diatas lubang penampungan darah yang sudah disiapkan,
e)        Kaki hewan dipegang kuat-kuat atau diikat,
f)         Mengucap Basmalah, kemudian alat penyembelihan digoreskan pada leher hewan sehingga memutuskan jalan makan,minum,napas,serta urat nadi kanan dan kiri pada leher hewan.

2)        Menyembelih binatang secara Mekanik
Tata cara nya adalah :
a)        Mempersiapkan alat terlebih dahulu
b)        Masukan hewan kedalam ruangan yang sudah dipenuhi gas sehingga hewan tersebut tidak sadarkan diri,
c)        Dengan mengucap basmalah,binatang yang telah pingsan tersebut disembelih dengan alat penyembelihan yang sudah dipersiapkan.

b.        Syarat Binatang Yang Disembelih
Syarat binatang yang disenbelih adalah sebgai berikut :
1)        Binatang yang akan disembelih masih dalam keadaan hidup
2)        Binatang yang akan disembelih adalah yang halal,baik zat nya maupun cara memperolehnya;

c.    Syarat Alat untuk Menyembelih Binatang
1)        Tajam
2)        Tidak tumpul dan tidak runcing;
3)        Terbuat dari besi,baja,bambu,batu atau kaca;
4)        Bukan gigi,tulang,atau kuku.

c.        Syarat Orang yang Menyembelih Binatang

1)        Beragama Islam;
2)        Menyebut Nama Allah swt.
3)        Berakal sehat;
4)        Sudah Mumayiz.

d.       Sunah dalam Menyembelih Binatang
Ada beberapa perbuatan yang disunahkan dalam penyembelihan binatang antara lain :
1)        Menghadap kiblat;
2)        Mrnggunakan alat yang tajam agar dapat mengurangi kadar sakitnya;
3)        Menyembelih pada bagian pangkal leher binatang, dimaksudkan agar pisau tidak mudah bergeser dan urat-urat leher serta kerongkongan cepat putus;
4)        Mempercepat proses penyembelihan agar binatang tidak tersiksa;

B.       KURBAN

1.        Pengertian Kurban

Kata kurban berasal dari bahasa Arab Qurba-Yaqruba-Qurban-Waqurbanan yang berati pendekatan diri atau mendekatkan diri. Kata kurban telah dijadikan istilah dalam syariat Islam untuk pengertian penyembelihan binatan ternak yang memenuhi syarat tertentu dilaksanakan pada waktu tertentu,dengan niat ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah swt.
Syariat kurban didasarkan atas perintah Allah swt yang tercantum dalam Surah al-Kausar Ayat 1-3 berikut.
Sungguh,Kami telah memberimu (Muhammad) nilmat yang banyak. Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah(sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh orang-orang yang membencimu dialah yang terputus(dari rahmat Allah). (Q.S al Kausar :1-3)

Hukum kurban adalah sunah muakad. Oleh karena itu orang islam yang teka mampu menyembelih kurban;tetapi tidak mau melaksanakanya,ia tercela dalam pandangan agama.

2.        Sejarah Singkat Perintah Berkurban
Bagaimana sebenarnya sejarah kurban itu ? Peristiwa itu bermula ketika Allah swt.menyuruh Nabi Ibrahim as. Lewat mimpi pada malam kedelapan bulan Zulhijah untuk menyembelih Ismail,putra tercinta. Sebagai seorang yang taat pada perintah Allah swt Nabi Ibrahim a.s.menyampaikan hal itu kepada putranya.
Sungguh luar biasa jawaban Ismail ternyata beliau tidak keberatan,
Pada hari kesepuluh bulan Zulhijah tepat waktu duha, Nabi Ibrahim a,s melaksanakan perintah Allah swt,yakni melaksanakan mimpinya. Hari kesepuluh tersebut dikenal dengan sebutan hari Nahar, artinya hari penyembelihan.
Ketika Nabi Ibrahim a.s. melaksanakan perintah Allah swt, Alla swt mengganti Ismail dengan seekor kambing sembelihan.
Berdasarkan peristiwa itu,Nabi Ibrahim a.s menyembelih kurban setiap tanggal 10 Zulhijah. Syariat ini terus berlaku hingga sekarang.

3.        Waktu penyembelihan Kurban
              Waktu pelaksanaan berkurban adalah tanggal 10 Zulhijah atau pada hari-hari Tasyrik berikutnya,yaitu tanggal 11,12,dan 13 Zulhijah. Penyembelihan yang dilakukan diluar batas waktu tersebut hanyalah penyembelihan biasa bukan Kurban.

4.        Syarat Binatang untuk Kurban
Jenis binatang yang sah untuk kurban adalah jenis binatang ternak yang dipelihara/diternakan untuk dimakan daging nya, meliputi empat macam, yaitu kambing/domba, sapi,kerbau dan unta.
Binatang ternak yang dipergunakan untuk kurban harus memenuhi dua syarat, yaitu cukup umur dan tidak cacat.
a.         Ketentuan Umur Binatang Kurban
1)      Domba sekurang-kurang nya berumur satu tahun atau telah berganti gigi(musinnah).
2)      Kambing biasa sekurang-kurang nya berumur dua tahun..
3)      Sapi atau kerbau sekuran-kurang nya berumur dua tahun
4)      Unta sekurang-kurang nya berumur lima tahun.

b.        Cacat Binatang Kurban
Cacat binatang yang menyebabkan tidak sah dipergunakan untuk berkurban ada empat macam, yaitu sakit mata (buta), sakit-sakitan(tidak sehat), pincang kakinya,terlalu kurus, dan tua sekali sehingga seakan-akan tidak bersumsum.

5.        Kurban untuk Lebih dari satu orang
Sebagaimana pembayaran dam (denda) dalam ibadah haji,seekor kambing berlaku untuk satu orang, sedangkan sapi atau unta berlaku untuk tujuh orang.

C.      AKIKAH

1.        Pengertian Akikah
Akikah dalam bahasa Arab berarti rambut yang tumbuh di kepala ana yang baru lahir(bayi). Menurut Istilah Islam, akikah berarti menyembelih binatang ternak berkenaan dengan kelahiran anak, sebagai bukti rasa syukur kepada Allah swt. Dengan syarat-syarat  tertentu. Menurut Rasulullah saw. Anak yang lahir laki-laki disembelihan dua ekor kambing. Apabila anak yang lahir perempuan disembelihkan satu ekor kambing.

2.        Hukum Akikah
Akikah menurut sebagian besar ulam hukumnya sunnah bagi orang tua yang baru melahirkan anaknya.

Jenis dan syarat bintang yang sah untuk di ikahkan tidak berbeda dengan syarat sah bintang untuk kurban,yaitu tidak cacat dan cukup umur. Jumlah bintang untuk akikah sudah ditentukan apabila untuk anak laki-laki sebanyak dua ekor sedangkan untuk permpuan satu ekor.

3.        Waktu pelaksanaan akikah
Akikah adalah penyembelihan bintang berkenaan dengan kelahiran anak yang di syaraatkan pada hari ketujuh, apabila hari ketujuh terlewatkan akikah dapat dilaksnakan pada hari-hari lain selama anak belum balig.

4.        Perbedaan Kurban dan Akikah
Antara kurban dan Akikah memiliki perbedaan antara lain sebagai berikut :

No
Kurban
Akikah
1.
Kurban di syaratkan agar di laksnakan dianta tanggal 10 sampai dengan 13 zulhijah
Akikah di syariatkan berkenaan dengan kelahiran anak.
2.
Kurban di syariatkan untuk dilaksankan setiap tahun
Akikah di syariatkan satu kali seumur hidup.
3.
Bintang cukup satu ekor
Jumlah bintang (kambing atau domba ditentukan bahwa untuk anak laki-laki dua ekor, sedangkan untuk anak perempuan sebanyak satu ekor.
4.
Seekor sapi boleh untuk tujuh orang
Binatang selain kambing jumlahnya adalah satu ekor untuk seorng anak.
5.
Daging lebih utama dibagikan sebelum dimasak
Daging diberikan setela dimasak.


D.      Mempraktikan Tata Cara Kurban dan Akikah

1.        Mempraktikan Kurban
Untuk mempraktikan kurban,lakukan langkah-langkah berikut :
a.       Carilah sebuah boneka hewan yang ada dilingkunganmu.
b.      Persiapkan alat penyembelih
c.       Buatlah lubang kecil ditanah atau kotak tempat penampungan darah hewan kurban.
d.      Aturlah posisi hewan kurban (boneka hewan) yang hendak disembelih sesuai penjelasan materi.

2.      Mempraktikan Akikah
Flowchart: Alternate Process: UJI KOMPETENSI

Mempraktikan penyembelihan hewan untuk akikah sama dengan penyembelihan hewan kurban. Syarat-syarat hewan yang disembelihpun sama. Oleh sebab itu lakukan sekali lagi praktik penyembelihan hewan, sebagaimana praktik kurban di atas. Agar masing-masing memperoleh gambaran yang jelas.


A.     Berilah tanda silang (x) pada huruf a,b,c atau d yang di anggap paling benar.
1.     Menurut bahasa, Kurban berarti…
a.       Pendekatan          b. Yang mendekati      c. Yang didekatkan     d. Yang mendekatkan
2.      Bacaan yang diucapkan ketika hendak menyembelih binatang adalah..
a.       Taawuz     b. Tahmid        c. Basmalah     d. Tahlil
3.      Salah satu tujuan berkurban adalah…
a.       Untuk menyempurnakan ibadah haji       b. Untuk mendekatkan diri kepada Allah
c. Untuk bersedekah kepada Fakir miskin     d. Untuk memperlihatkan nikmat Allah
4.      Kurban pertama kali dilakukan oleh…
a.       Nabi adam a.s beserta keluarganya          b. Nabi Nuh beserta kelurga nya         c. Putra Nabi Adam a.s (Qabil dan Habil)            d. Nabi Ibrahim a.s
5.       Berikut ini yang bukan merupakan syarat hewan kurban adalah..
a.         Telah berumur dua tahun lebih(bila kurbanya sapi)         b. Telah berumur satu tahun (domba)
c.     Telah bertanduk dan harganya mahal     d. Tidak bercacat
6.      Salah datu syarat hewan berkurban adalah musinnah.Artinya…
a.         Pernah berganti gigi depanya
b.        Belum pernah berganti gigi depanya
c.         Tidak pernah sakit gigi
d.        Tidak jelas-jelas bergigi
7.      Akikah sebagai wujud…atas lahirnya anak.
a.       Rasa syukur kepada Allah swt.
b.      Rasa bangga
c.       Rasa tawaduk
d.      Kesenganan
8.      Berikut ini adalah cacat binatang kurban,kecuali…
a.         Buta mata walau sebelah saja
b.        Musinnah (telah berganti gigi)
c.         Sakit
d.        Pincang
9.      Kurban termasuk ibadah sosial karena…
a.         Disaksikan orang banyak
b.        Hewan dibeli orang lain
c.         Sebagian besar daging nya disedekahkan kepada masyarakat
d.        Masyarakat dapat tertarik untuk ikut berkurban
10.  Apabila kita membagikan daging(masakan) akikah, sedangkan barangnya terbatas maka kita utamakan ialah…
a.         Tetangga dekat dan jauh
b.        Saudara kita sendiri walaupun jauh
c.         Tetangga dekat, baik kaya maupun miskin
d.        Tetangga dekat dan kebetulan miskin.
                       
B.       Jawablah pertanyaan di bawah ini !
1.        Jelaskan pengertian menyembelih binatang !
2.        Apakah yang dimaksud menyembelih binatang sesuai dengan syarak ?
3.        Apakah tujuan dari kurban itu ?
4.        Berapakah kambing untuk akikah menurut sunah Rasulullah saw ?
5.        Bagaimanakah Syarat hewan kurban ?






BAB VI

A. PUASA
1.      Pengertian Puasa
Puasa menurut bahasa ialah menahan diri dari segala sesuatu. Sedangkan menurut istilah ialah menahan diri dari makan dan minum serta hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit pajar hingga terbenam matahari dengan niat karena Allah SWT. Tujuan puasa adalah memebentukl manusia agar menjadi insan yang bertakwa.
2.      Syarat Wajib Puasa
a.       Muslim
b.      Baligh
c.       Berakal sehat
d.      Mampu berpuasa
e.       Tidak dalam keadaan haid dan nifas ( bagi wanita)
3.      Syarat Sah Puasa
a.       Islam (tidak murtad)
b.      Mummayiz (dapat membedakan yang baik dan yang buruk)
c.       Suci dari haid dan nifas (khusus bagi wanita)
d.      Mengetahui waktu diterimanya puasa
4.      Rukun Puasa
a.       Niat puasa karena Allah SWT pada malam hari
b.      Menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa
5.      Hal-hal yang membatalkan Puasa
a.       Makan dan minum dengan sengaja
b.      Bersenggama / bersetubuh
c.       Memasukan sesuatu pada lubang anggota badan
d.      Muntah dengan sengaja
e.       Datang haid dan nifas (bagi wanita)
f.       Hilang ingatan atau gila
g.      Keluar mani /sperma dengan sengaja (bagi laki-laki)
h.      Murtad (keluar dari agama Islam)
6.      Hikmah Puasa Dalam Kehidupan Sehari-hari
a.       Membentuk pribadi yang bertaqwa
b.      Sebagai jalan pengendalian nafsu dalam agama Allah swt
c.       Melatih kesabaran jiwa
d.      Memberi manfaat baik secara fisik maupun psikologi
e.       Sebagai rasa syukur atas segala nikmat Allah
f.       Ikut merasakan segala kesusahan kaum fakir miskin yang menderita kelaparan dan kekurangan. Dan menimbulkan rasa suka menolong kepada orang-orang yang menderita.
A.    PUASA WAJIB
Puasa Wajib adalah puasa yang harus dikerjakan oleh setiap orang yang beriman, lagi baligh (dewasa ), apabila tidak ada halangan. Maka hukumnya berdosa bagi yang meninggalkan puasa karena melanggar ketetapan Allah SWT.
1.      Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah puasa sebulan penuh yang wajib dilaksanakan oleh setiap umat Islam di bulan Ramadhan. Puasa Ramadhan mulai disyariatkan pada tanggal 10 Sya`ban tahun kedua Hijriah atau satu setengah tahun setelah umat islam berhijrah dari Mekah ke Madinah, atau setelah umat islam diperintahkan untuk memindahkan kiblatnya dari masjid Al- Aqsa ke Masjidil Haram.
Perintah puasa ramadhan ini didasarkan pada firman Allah di dalam surah Al-Baqarah ayat 183:
ﻴَﺂَﻴُّﮭَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻴْﻦَ ﺍٰﻣَﻧُﻭْﺍ ﻛُﺗِﺐَ ﻋَﻟَﻴْﻛُﻡُ ﺍﻟﺼﱢﻴَﺎﻡُ ﻛَﻣَﺎ ﻛُﺗِﺐَ ﻋَﻟَﻰ ﺍﻟﱠﺫِﻳْﻥَ ﻣِﻥْ ﻗَﺑْﻟِﻛُﻢْ ﻟَﻌَﻟﱠﻛُﻢْ ﺘَﺘﱠﻗُﻭْﻥَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa puasa telah dilakukan sebelum masa kerasulan Nabi Muhammad SAW. Hanya saja praktiknya tidak seperti yang kita lakukan sekarang ini. Setelah ayat tersebut turun, Puasa Ramadhan menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat muslim selama satu bulan dengan memenuhi syarat dan dan rukun yang telah di syariatkan.
2.      Puasa Nazar
Puasa nazar ialah puasa yang dijanjikan untuk dilakukan oleh seseorang yang bernazar. Dan orang yang bernazar puasa itu terkabul permohonannya, maka hukumnya wajib dan jika tidak dikerjakan akan berdosa. Jadi puasa nazar itu wajib setelah dinazarkan. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
“Barang siapa yang bernadzar untuk taat kepada Allah, maka hendaklah mentaati-Nya, dan barang siapa yang bernadzar untuk bermaksiat kepada Allah, maka janganlah ia bermaksiat kepadaNya.”  (HR. Bukhari dan Muslim)
Disyariatkannya nadzar sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hajj: 29
وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ
“Dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka.”
3.      Puasa Kifarat
Puasa kifarat ialah puasa untuk menebus dosa (sebagai denda) karena melakukan bersenggama (bersetubuh) di siang hari di bulan puasa, dendanya puasa selama dua bulan berturut-turut.
Puasa kifarat diberlakukan atas pelanggaran yang dilakukan seorang Muslim atas hukum Allah yang sudah berketetapan. Karena perbuatan yang ia lakukan tersebut Allah masih memberikan maaf, di samping bertobat ia harus melakukan atau membayar kafarat tersebut agar tobatnya diterima. Adapun pelanggaran yang dilakukan seseorang sehingga ia harus membayar kafarat adalah:
a.    Melakukan hubungan badan di siang hari di bulan Ramadhan.
b.   Membunuh seorang muslim tanpa sengaja.
c.    Seorang suami melakukan zhihar.
d.   Bersumpah, dan dengan sengaja melanggar sumpahnya.
e.    Seorang yang sedang ihram membunuh binatang buruan baik yang halal maupun yang haram.
B.     PUASA SUNAH
Puasa sunat ialah puasa yang boleh dilakukan dan boleh juga tidak dilakukan.  Apabila dilaksanakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak mengakibatkan berdosa.
1.      Puasa Senin Kamis
 Puasa hari Senin dan Kamis merupakan kebiasaan Rasulullah saw. Dianjurkan berpuasa pada hari Senin dan Kamis karena pada kedua hari itu dipersembahkan amalan-amalan manusia dan diampuni dosa-dosanya, serta pada hari Senin itu merupakan hari kelahiran Nabi SAW dan diturunkannya Wahyu Allah (HR. Ahmad)
ﺍِﻧﱠﻣَﺎ ﺍﻻَﻋْﻣَﺎﻞَ ﺗُﻋْﺭَﺾُ ﻛُﻞﱠ ﺍَﺜْﻧَﻳْﻦِ ﻭَ ﺨَﻤْﺲٍ ﻔَﻳَﻐْﻔِﺭُ ﺍﷲَ ﻠِﻛُﻞﱢ ﻤُﺴْﻠِﻡٍ ﺍَﻭْ ﻠِﻛُﻞﱢ ﻤُﺅْﻤِﻦٍ ﺍﻻﱠ ﺍﻠْﻤُﺘَﻬَﺎﺠِﺮَﻴْﻦِ ﴿ﺮﻭﺍﻩﺍﺤﻤﺪ﴾
“sesungguhnya amalan-amalan itu dipersembahkan pada setiap hari Senin dan Kamis. Maka Allah SWT berkenan mengampuni setiap muslim atau mukmin, kecuali dua orang yag bermusuhan.” (HR. Ahmad)
Ibadah puasa Senin dan Kamis sangat baik untuk diamalkan. Bagi pelajar yang ingin mendapat ilmu yang bermanfaat dan cita-citanya ingin tercapai, puasa Senin dan Kamis perlu sekali untuk diamalkan. Puasa Senin dan Kamis dapat juga bermanfaat menimbulkan perasaan kasih sayang dan jiwa sosial yang tinggi kepada orang yang tidak mampu.
2.      Puasa Arafah
 Puasa arafah ialah puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah. Dinamakan hari Arafah karena hari itu orang-orang yang melakukan ibadah haji sedang wukuf di Arafah. Puasa Arafah ini disunatkan bagi orang yang tidak melakukan ibadah haji, sedang mereka yang melakukan ibadah haji hukumnya makruh. Keutamaan puasa Arafah adalah dapat menghapuskan dosa selama dua tahun, satu tahun yag lalu dan satu tahun yang akan datang.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
ﺼَﻭْﻢِ ﻴَﻭْﻢِ ﻋَﺮَﻔَﺔَ ﻴُﻜَﻔﱢﺮُ ﺴَﻨَﺘَﻴْﻦِ ﻤَﺎﻀِﻴَﺔً وَ ﻤُﺴْﺘَﻘْﺑَﻟَﺔً ﴿ﺮوﺍﻩ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ﴾
Dan dari Abu Hurairah ra. Bersabda: Nabi SAW Melarang puasa Arafah bagi orang –orang yang ada di Arafah. (HR. Imam Ahmad)

3.      Puasa Syawal
Puasa syawal ialah puasa enam hari pada bulan Syawal setelah selesai melaksanakan puasa di bulan Ramadhan. Menurut ajaran Rasulullah bahwa jika umat Islam melaksanakan puasa Ramadhan kemudian disempurnakan dengan puasa enam hari di bulan Syawal, sesungguhnya sama dengan telah berpuasa selama satu tahun.
Bagaimana cara mengerjakan puasa ini? Puasa enam hari di bulan Syawal boleh dikerjakan berturut-turut dan boleh juga berselang. Keutamaan puasa Syawal ini dijelaskan dalam hadits Nabi:
ﻤَﻦْ ﺼَﺎﻢَ ﺮَﻤَﺿَﺎﻦَ ﺜُﻢﱠ ﺍﺘْﺑَﻌَﻪُ ﺴِﺘًّﺎ ﻤِﻦْ ﺸَﻭﱠﺍﻞٍ ﻛَﺎﻦَ ﻛَﺼِﻴَﺎﻢِ ﺍﻠﺪﱠﻫْﺮِ ﴿ﺭﻭﺍﻩﺍﻠﺟﺎﻤﻌﺔ﴾
“barang siapa yang telah mengerjakan puasa Ramadhan, kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari pada bulan Syawal adalah seperti berpuasa setahun.” (HR. Muslim)
4.      Puasa Asyura
Bulan Muharram adalah bulan pertama menurut hitungan kalender Hijriyah. Dalam bulan tersebut ada satu hari yang dianjurkan berpuasa oleh Rasulullah SAW, yaitu pada tanggal 10 Muharram yang disebut puasa Asyura. Apabila umat Islam secara tulus ikhlas mau melaksanakan dan mengamalkan ibadah puasa sunnah ini, maka akan memperoleh keutamaan yang sangat besar. Keutamaan berpuasa Asyura ini yaitu dapat menghapus satu tahun dosa yang telah lalu. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW yang berbunyi:
ﺼَﻭْمِ ﯿَﻭْمِ ﻋَﺎﺸُﻭْرَاءَ ﯿُﻜَﻔﱢرُ ﺴَﻨَﺔً ﻤَﺎﻀِﯾَﺔً ﴿رﺍﻩ ﻤﺴﻟﻢ﴾
“Puasa Asyura itu dapat menghapuskan dosa satu tahun yang telah lalu.” (HR. Muslim)
5.      Puasa Daud
Ialah puasa yang dilakukan secara berselingan, yaitu sehari puasa dan sehari berbuka. Dikatakan puasa Daud karena sesungguhnya amalan ini merupakan pelaksanaan dari sunnah Nabi Daud AS. Cara puasa Daud adalah sehari berpuasa, sehari berbuka (selang-seling). Puasa Daud merupakan puasa yang lebih disukai oleh Allah SWT, sebagaimana terdapat dalam hadits Nabi SAW:
ﺍَﺤَﺐﱡ ﺍﻟﺼﱢﻴَﺎﻢِ ﺍِﻟٰﻰﺍﷲ ِﺼِﻴﱡﺎﻢُ ﺪَﺍﻮّٔﺪَ ﻭَ ﻜَﺎﻦَ ﻴَﺼُﻮْﻢُ ﻴَﻮْﻤًﺎ ﻭَ ﻴُﻔْﻂِﺭُ ﻴَﻭْﻤًﺎ﴿ﺭﻮﺍﻩ ﻋﺑﺪ ﺍﷲ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺭ﴾
“Puasa yang lebih disukai oleh Allah ialah puasa Daud. Dan ia berpuasa satu hari lalu berbuka satu hari.”
 Rasulullah SAW bersabda:
Puasa yang paling disenangi Allah SWT ialah puasa Nabi Daud dan shalat yang paling dicintai Allah SWT adalah shalat Nabi Daud. Ia tidur separo malam, bangun untuk ibadah sepertiga malam dan tidur lagi seperenam malam. Nabi Daud puasa sehari dan berbuka sehari. Dan inilah shaum yang paling tangguh karena menuntut stamina yang sangat prima.” (HR. Muslim, Sahih Musim bi Syarjhi al-Nawawi)
6.      Puasa bulan Sya’ban
Sya’ban adalah bulan kedelapan pada penanggalan tahun hijriah, sementara Ramadhan adalah bulan kesembilan. Jadi Sya’ban posisinya sebelum Ramadhan. Maksudnya Rasulullah SAW shaum secara penuh selama satu bulan hanya di bulan Ramadhan. Sementara , bulan Sya’ban adalah bulan yang paling banyak diisi dengan puasa sunnah oleh Nabi SAW, seperti puasa Senin dan Kamis, puasa Daud, dll.
Rasulullah bersabda:
“Rasulullah SAW tidak pernah berpuasa sebanyak puasanya di bulan Sya’ban. Rasulullah SAW pernah berpuasa sepenuhnya atau sebagian besar dari hari-harinya. Rasulullah SAW suka meningkatkan frekuensi shaum sunah pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim).
7.      Puasa Ayyamulbidl
Yakni puasa yang dilakukan tiap tanggal 13, 14, dan 15 bulan Hijriyah. Dianjurkan berpuasa Ayyamulbidl ini oleh Nabi SAW  karena pahalanya seperti berpuasa sepanjang masa. Rasulullah bersabda:
ﻮَ ﻘَﺎﻝَ ﻫِﻲَ ﻜَﺼَﻮْﻢِ ﺍﻠﺪﱠﻫْﺭِ﴿ﺮﻮﺍﻩ ﺍﺤﻤﺪ﴾
“Nai SAW bersabda: berpuasa tiga hari tiap bulan itu seperti berpuasa sepanjang masa.” (HR. Ahmad)
Shaum tiga hari setiap bulan seperti shaum sepanjang tahun (HR. Bukhari dan Muslim).Shaum ini dilaksanakan setiap tanggal 13, 14, 15 setiap bulan di tahun Hijriah (HR Tirmidzi):


 



A.    Pilihlah salah satu jawaban berikut yang paling benar!
1. Kata puasa menurut bahasa berarti …
a. Menahan diri dari hawa nafsu
c. Mengatur waktu makan dan       minum
b. Membatalkan Makan
d. Mengatur pola makan
2. Berikut ini yang bukan dari syarat sah puasa adalah …
a. Islam
c. Suci dari nifas
b. Mumayiz
d. Menjauhkan diri dari makanan
3. Tujuan orang melakukan puasa dalam Al-Qur’an adalah agar menjadi …
a. Taqwa
c. Ikhlas
b. Sabar
d. Berilmu
4. Puasa Ramadhan diwajibkan pada tahun …
a. Pertama Hijriyah
c. Keempat Hijriyah
b. Kedua Hijriah
d. Ketiga Hijriyah


5. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari merupakan … puasa.
a. Sunah
c. Rukun
b. Syarat
d. Wajib
6. Puasa yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila meninggalkan tak apa-apa disebut…
a. Puasa kifarat
c. Puasa wajib
b. Puasa sunah
d. Puasa Arafah
7.  Puasa di bulan Ramadhan yang kemudian diiringi puasa enam hari di bulan syawal bagaikan ia berpuasa …
a. Puasa Syawal
c. Puasa Nazar
b. Puasa Tasyu’a
d. Puasa Daud
8. Yang bukan termasuk  puasa sunah berikut ini adalah …
a. Puasa Nazar
c. Puasa arafah
b. Puasa Daud
d. Puasa syawal
9.  Puasa yang dilakukan di luar bulan Ramadhan sebagai pengganti meninggalkan puasa Ramadhan disebut …
a. Puasa kifarat
c. Puasa Nazar
b. Puasa Sya’ban
d. Puasa Asyura
10.  Puasa yang dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijah disebut …
a. Puasa Sya’ban
c. Puasa Asyuro
b. Puasa Dzulhijah
d. Puasa Arafah






DAFTAR PUSTAKA
Materi Fiqih Kelas VIII yang termuat dalam blog ini disusun oleh:
M. Yusuf Amin Nugroho, Guru MTs Negeri Wonosobo
A. Musthofa Hadna, Ayo mengkaji Fikih, Jakarta
Azhari Akmal Tarigan, Ekonomi dan Bank Syari’ah, FKEBI IAIN, 2002
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid II
Fikih Sunnah, III

Tidak ada komentar:

Posting Komentar